Ramadhan di Tengah Krisis, Warga Lebanon Sholat Tarawih Diterangi Lilin

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah

Senin 04 Apr 2022 17:45 WIB

Seorang wanita Lebanon berbelanja dekorasi untuk persiapan menyambut bulan suci Ramadhan mendatang, di kota pelabuhan selatan Sidon, Lebanon, Senin, 28 Maret 2022. Ramadhan di Tengah Krisis, Warga Lebanon Sholat Tarawih Diterangi Lilin Foto: AP/Mahmoud Illean Seorang wanita Lebanon berbelanja dekorasi untuk persiapan menyambut bulan suci Ramadhan mendatang, di kota pelabuhan selatan Sidon, Lebanon, Senin, 28 Maret 2022. Ramadhan di Tengah Krisis, Warga Lebanon Sholat Tarawih Diterangi Lilin

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Saat Ramadhan datang, Beirut dan kota-kota lain di Lebanon kehilangan dekorasi yang biasa memenuhi jalan-jalan saat momen ini. Sebaliknya, gambar para calon yang mencalonkan diri di pemilihan parlemen terpampang di mana-mana. Hanya beberapa spanduk sederhana yang dikibarkan, mengingatkan orang untuk beramal selama bulan suci.

Dilansir dari Arab News, Jumat (1/4/2022), Lebanon memang berjuang untuk tahun ketiga berturut-turut dengan krisis keuangan yang melumpuhkan. Krisis telah mendorong banyak orang di bawah garis kemiskinan. Jumlah pengemis juga meningkat di jalanan.  

Baca Juga

Krisis juga sangat mempengaruhi kelas menengah yang pendapatannya menurun dengan depresiasi mata uang lokal terhadap dolar, sementara yang lain telah diberhentikan karena ratusan institusi, pabrik dan toko tutup. Dengan meningkatnya pengangguran di satu sisi, dan dolarisasi kebutuhan paling dasar ​​termasuk langganan bulanan untuk generator listrik dan bahan bakar di sisi lain, sebagian besar orang Lebanon hampir tidak dapat bertahan hidup.

Lingkungan dengan pasokan listrik lebih dari satu jam sehari dari pemerintah dianggap saja sudah merupakan keberuntungan. Harga BBM naik signifikan.  

Saking sulitnya listrik, seorang warga, Maher Al-Taweel yang selama ini mengikuti kondisi masjid-masjid binaan Dar Al-Fatwa, hanya bisa mengharapkan sholat tarawih dilaksanakan dengan penerangan lilin. “Tidak ada listrik di malam hari. Apa yang orang lakukan untuk sahur? Tidak semua masjid mampu membayar lebih dari dua juta pound Lebanon sebulan untuk generator. Beberapa warga yang mampu telah menyediakan perangkat UPS untuk beberapa masjid untuk memberikan penerangan minimal," katanya.

"Yang lain telah membeli panel surya untuk menyalakan masjid dengan biaya sendiri.  Namun, banyak masjid akan mengadakan sholat Ramadhan dengan cahaya lilin," tambahnya. 

Al-Taweel juga mengisahkan banyak orang saling bantu untuk menghadapi krisis. “Tidak ada dekorasi Ramadhan di jalan-jalan tahun ini. Mereka telah menjadi barang mewah karena dihargai dalam dolar. 

Mereka yang biasa memasang dekorasi lebih suka memberikan uangnya untuk amal. Mereka sangat aktif di media sosial tahun ini dalam upaya untuk menjangkau sebanyak mungkin orang.

Adapun warga lain, Neamat, seorang ibu dari lima anak yang berbelanja sayuran di pasar populer di Tariq Al-Jdideh mengatakan soal kondisi yang sulit. “Semoga Tuhan membantu kami. Setiap Ramadhan lebih sulit dari yang sebelumnya. Seikat roti sekarang berharga 10 ribu pound Lebanon (Rp 94 ribu) dan saya membutuhkan dua setiap hari," jelasnya.

“Dengan krisis Ukraina, harga naik lebih tinggi lagi;  seolah-olah kita membutuhkan lebih banyak kesulitan di Lebanon sementara kaum muda kita menganggur," tambahnya.