MUI Sulsel Tunggu Putusan Sidang Itsbat Penentuan Satu Ramadhan

Red: Ani Nursalikah

Jumat 18 Mar 2022 20:31 WIB

Tim rukyatul hilal Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Gresik melakukan persiapan pemantauan hilal di Balai Rukyat Bukit Condrodipo, Gresik, Jawa Timur, Selasa (11/5/2021). Pada pemantauan tersebut tim rukyatul tidak berhasil melihat hilal. MUI Sulsel Tunggu Putusan Sidang Isbat Penentuan Satu Ramadhan Foto: Antara/Zabur Karuru Tim rukyatul hilal Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Gresik melakukan persiapan pemantauan hilal di Balai Rukyat Bukit Condrodipo, Gresik, Jawa Timur, Selasa (11/5/2021). Pada pemantauan tersebut tim rukyatul tidak berhasil melihat hilal. MUI Sulsel Tunggu Putusan Sidang Isbat Penentuan Satu Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan (Sulsel) masih menunggu hasil keputusan sidang Isbat Kementerian Agama untuk penentuan awal Ramadhan 1443 Hijiriyah/2022.

"Setelah kita lakukan pertemuan di kantor Kementerian Agama di Makassar dengan beberapa organisasi Islam, sudah mengambil keputusan tetap kita menunggu sidang isbat," ujar Ketua MUI Sulsel Prof KH Najamuddin H Abd Safa saat memberikan keterangan pers di kantornya, Masjid Raya Makassar, Jumat (18/3/2022).

Baca Juga

Menurutnya, memang dalam penentuan satu Syawal atau satu Ramadhan penentuan dengan metode masing-masing-masing, ada cara Rukyatul Hilal dan Hisab. Rukyat dengan pengamatan langsung naiknya bulan, sedangkan Hisab mengandalkan ilmu astronomi melalui teknologi.

Ia menjelaskan dari pengalamannya selama tinggal di Mesir, sesuai hasil riset Universitas Azhar, memakai cara hisab dengan menggunakan kemajuan teknologi dan bisa ditentukan secara ilmiah. Untuk metode hisab itu punya berbagai cara, namun biasanya punya perbedaan hasil perhitungannya sehingga menjadi pertanyaan.

Karena adanya perbedaan belum bersatu hasilnya, maka diambil keputusan kembali pada asal, rukyat. Wakil Ketua MUI Sulsel KH Mustari Busrah menambahkan MUI merupakan mitra dari pemerintah tentu mengikuti putusan pemerintah soal penentuan permulaan Ramadhan pada awal April.

Kendati ada organisasi Islam yang terhimpun dalam MUI saat pertemuan ada yang tidak ikut, menurut KH Mustari, ia tetap menghargai perbedaan dengan menjunjung tinggi rasa toleransi. "Kalau MUI, karena kita ini mitra pemerintah, itu mengikuti pemerintah. Kita berharap saling toleransi (perbedaan pendapat) diantara kita," tambahnya.

Selain itu, ada dua metode tadi. Namun, yang mengantarkan umat Islam dulunya dalam penentuan satu Ramadhan adalah rukyat kemudian berkembang metodenya menjadi hisab karena sudah ada ilmu astronomi dipadukan dengan teknologi yang bisa mengetahui awal puasa 10 tahun kemudian.

"Bagi yang memahami cara rukyat itu merupakan bagian dari ibadah. Melihat bulan juga bagian dari sunnah, karena nabi mencontohkan seperti itu. Begitu pula sahabat-sahabat mencontohkan. Karena itu sunnah, kita mesti ikuti," ujarnya.

Sementara yang berpikiran memahami hisab, tidak menjadi masalah. Artinya, akal bisa bercampur di dalamnya, walaupun itu menjadi perbedaan tapi tetap menjadi bagian dari toleransi. "Kita berharap, masyarakat memahami adanya perbedaan itu sehingga tidak menyalahkan pendapat rukyat dan pendapatan hisab karena begitulah kenyataannya," ujarnya.

Sebelumnya, dari prediksi dalam kalender Islam global 1443 Hijriyah diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah awal puasa diperkirakan jatuh pada Sabtu, 2 April 2022. Sedangkan 30 Ramadhan jatuh pada 1 Mei 2022. Artinya, Idul Fitri jatuh pada 2-3 Mei 2022. Namun, kalender tersebut masih menjadi purwarupa.