Suasana Idul Fitri Tanah Air Menurut Jurnalis Non-Muslim

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Nashih Nashrullah

Ahad 16 May 2021 19:15 WIB

Warga usai melaksanakan shalat Idul Fitri 1442 H di Masjid Besar Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (15/5). Foto:

1

Momen bersalaman untuk meminta maaf, raut bahagia ketika seseorang bertemu dengan keluarganya, hingga tetesan air mata saat ziarah, kini tak bisa dilihat dan dituliskannya. Namun momen tersebut, menurutnya tak hilang sepenuhnya. 

Karena, momen silaturahim hanya beralih ke sebuah layar dengan hadirnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Sebab inti dari Idul Fitri, menurutnya adalah kemenangan untuk saling memaafkan. 

"Agar kebahagiaan hari raya benar-benar bisa dimaknai sebagai kemenangan. Semoga kita tidak kalah oleh pandemi," ujar Febri. 

Sebagai seorang non Muslim, Yosea Arga Pramudita, seorang wartawan di media nasional juga ikut meliput hiruk-pikuk Idul Fitri setiap tahunnya. Menurutnya ini merupakan bagian dari toleransi, karena saat Natal dirinyalah yang libur dan digantikan oleh wartawan yang beragama Islam.  

Momen Idul Fitri juga bukan merupakan hal yang aneh baginya. Sahur on the road, buka bersama, takbiran, hingga sholat Ied adalah tradisi yang sudah dirasakannya di tempat ia tinggal.  

"Kalau ditanya soal kebingungan atau heran rasanya tidak ya. Karena sejak kecil yang sudah akrab dengan tradisi suasana Lebaran," ujar Arga. 

Idul Fitri memang identik dengan rasa suka cita dan gembira usai melaksanakan puasa selama satu bulan. Namun pada perayaan tahun ini yang beriringan dengan pandemi, ia justru menuliskan sebuah keresahan dan kesedihan. 

Momen kemenangan Idul Fitri tahun ini dilihatnya tak dirasakan oleh semua orang. Salah satunya dari para penjual bunga di tempat pemakaman umum (TPU). 

Pandemi menjadi biang kerok lunturnya senyum mereka, karena adanya kebijakan larangan ziarah oleh pemerintah. Tujuannya memang baik untuk mengurangi potensi penularan Covid-19, tetapi tak dapat dipungkiri jika tak adil rasanya jika gegap gempita Idul Fitri rupanya tak dirasakan oleh semua Muslim di Indonesia. 

 

"Rasanya, Lebaran di situasi seperti ini mengajarkan rasa keikhasan. Kerelaan akan hal-hal yang bisa dikatakan mencari sebagian yang lain untuk menggantikan sebagian yang hilang," ujar Arga, sembari mengatakan, "Pokoknya, semoga masyarakat bisa merayakan Lebaran dengan hati yang gembira," tutupnya.