REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Huruf sin, lam, mim (salima) sebuah akar kata yang membentuk kata salam (damai), Islam (kedamaian), istislam (pembawa kedamaian), dan taslim (ketundukan, kepasrahan, dan ketenangan).
Salam adalah kedamaian dan kepasrahan dalam pengertian lebih umum. Islam adalah kedamaian dan kepasrahan dalam pengertian yang lebih khusus, memiliki seperangkat konsepsi nilai dan norma. Istislam adalah seruan kedamaian dan kepasrahan yang lebih cepat, tegas, rigid, dan sempurna (perfect).
Allah SWT memberi nama agamanya yang dibawa Nabi Muhammad SAW dengan agama Islam. Bukan agama salam (kepasrahan tanpa konsep). Bukan juga agama istislam yang lebih mengutamakan kecepatan, ketegasan, dan kesempurnaan dalam memperjuangkan kedamaian dan kepasrahan.
Kata 'Islam' itu sendiri mengisyaratkan jalan tengah atau moderat (tawassuth). Di dalam Alquran disebutkan:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
"Agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab- Nya.” (QS Ali Imran [3]: 19).
Perhatikan ayat-ayat tersebut di atas, semuanya menggunakan kata al-Islam, dengan menggunakan alif ma'rifah (al), bukan Islam dalam bentuk nakirah, bukan juga salam atau istislam.
Ini semua menunjukkan bahwa dari segi bahasa saja al-islam (Islam) sudah mengisyaratkan jalan tengah, moderat, dan sudah barang tentu menolak kekerasan dan keonaran.
Seharusnya, seorang Muslim (orang yang beragama Islam) itu mengedepankan kedamaian, ketundukan, kepasrahan, dan pada akhirnya merasakan ketenangan lahir batin.
Agaknya, kontradiktif jika panji-panji Islam dibawa-bawa untuk sesuatu yang menyebabkan lahirnya kekacauan dan ketidaknyamanan. Apalagi, jika atas nama Islam digunakan untuk melayangkan nyawa-nyawa orang yang tak berdosa, sangat tidak sepadan dengan kata Islam itu sendiri.
Kelompok minoritas liberal Muslim memaknai Islam dengan konteks salam yang lebih bersifat inklusif-substantif, sementara kelompok minoritas radikal Muslim lebih memaknai Islam dengan konteks istislam yang menuntut adanya intensitas dan semangat progresif di dalam mewujudkan nilai dan norma Islam. Kelompok mainstream Muslim memaknainya sebagai sistem nilai dan norma kemanusiaan yang terbuka.
Allah SWT tidak menyebut agama-Nya dengan agama salam (bentuk thulasi) karena terkesan terlalu longgar dan standar, seolah-olah hanya ada nilai tanpa norma. Allah SWT juga tidak memberi nama agama-Nya dengan alistislam karena terlalu sempurna (perfect).
Padahal, manusia memiliki sejumlah kelebihan, tetapi pada saat bersamaan mereka juga memiliki kelemahan. Karena itu, istilah paling tepat ialah dari bentuk tengah (ruba'i), tidak terlalu longgar, tetapi tidak juga ketat.
Kata Islam dalam Alquran tidak ada makna lainnya selain ajaran keber samaan dan saling tolong-menolong, bukan sebaliknya. Islam sangat familier dengan ajaran-ajaran agama lain.
Mungkin, satu-satunya kitab suci yang memberi pengakuan (konfirmasi) kepada kita tentang kitab-kitab suci dan nama agama-agama sebelumnya hanya Alquran. Sebutlah, misalnya, agama Yahudi dengan kitab sucinya Taurat dan agama Nasrani dengan kitab sucinya Injil disebutkan berulang-ulang dalam kitab suci Alquran.