Tantangan Ramadhan 2021: Dilema Bagi Muslim AS

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah

Selasa 13 Apr 2021 05:03 WIB

Tantangan Ramadhan 2021: Dilema Bagi Muslim AS. Jamaah berdoa di sebuah masjid di Tompkins, New York, Amerika Serikat. Foto:

1

Muslim yang lebih tua khususnya akan berpegang teguh pada tradisi tidak pernah melewatkan malam tarawih dalam hidup mereka. Beberapa pemuka agama dan orang tua dari berbagai agama telah memperhatikan tren pandemi yang positif. Misal, beberapa remaja semakin mendalami praktik dan masalah spiritual sekarang karena semuanya daring.

Guru di Montgomery County, Ayesha Ahmad (39) memiliki tiga anak kecil dan kerabat muda lainnya. Dia tidak religius dan tidak menghadiri masjid tapi menandai Ramadhan dengan buka puasa bersama kerabat. Tahun ini, dia berharap bisa melakukan aktivitas di luar ruangan bersama saudara-saudaranya.

“Bagi banyak orang tua kita, terutama jika kita (imigran) generasi pertama atau kedua, itulah ikatan yang mengikat, pergi ke tempat ibadah. Generasi muda tidak terlalu terdorong untuk pergi ke masjid, lebih mudah menjalin hubungan dengan cara lain,” kata Ahmad.

Arefin mengatakan dia juga melihat lebih banyak keterlibatan dari kaum muda karena pandemi memaksa lembaga-lembaga Muslim untuk meningkatkan program virtual mereka yang berpusat pada beberapa sosial media seperti Instagram, Youtube, dan lain-lain.

Menurut Imam Masjid Muhammad di Washington Barat Laut, Talib Shareef, satu hal yang dihubungkan oleh semua generasi adalah kepedulian tentang perpecahan ras dan harapan bahwa Ramadhan akan menjadi pertolongan. Dia mengutip keprihatinan tentang “benih” perpecahan yang tersisa dari kepresidenan Trump dan tentang undang-undang Georgia baru yang menurut para kritikus ditujukan untuk mengurangi partisipasi pemilih di antara pemilih kulit hitam.

Dilansir Washington Post, Senin (12/4), masjid akan mengadakan banyak pembicaraan pada malam hari tentang rasisme dan nasionalisme dan perlunya membela keadilan dan keadilan. Dia mendengar harapan banyak umat Islam bahwa Ramadhan ini akan memusatkan semua permasalahan itu.

“Ramadhan memberikan kesempatan untuk merefleksikan kesatuan umat manusia. Ada energi negatif yang mendorong separatisme berdasarkan ras, dan kita harus sangat menyadarinya. Puasa adalah salah satu cara untuk membuat Anda fokus. Hanya ada satu tipe manusia, selalu ada kebaikan dalam setiap manusia dan kami akan berusaha mencapai kebaikan itu,” ucap dia. 

 

https://www.washingtonpost.com/religion/2021/04/11/ramadan-covid-coronavirus-pandemic-iftar/