Warga Uighur Diminta Laporkan Muslim yang Puasa Ramadhan

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah

Sabtu 16 May 2020 03:57 WIB

Warga Uighur Diminta Laporkan Muslim yang Puasa Ramadhan. Muslim Uighur di Cina Foto:

Warga Uighur Diminta Laporkan Muslim yang Puasa Ramadhan

RFA juga berbicara dengan seorang pejabat di daerah Peyziwat (Jiashi) di Kashgar. Ia mengatakan, kotanya telah melembagakan kehadiran wajib pada upacara pengibaran bendera di waktu fajar setiap hari serta studi politik malam. Menurutnya, itu merupakan bagian dari upaya mencegah warga dari puasa karena itu adalah satu-satunya waktu dalam sehari mereka boleh makan.

"Sejak kami memulai upacara pengibaran bendera, pengawasan tetangga terhadap satu sama lain telah diperkuat, sehingga tidak ada yang bisa meluangkan waktu untuk berbuka puasa. Studi politik malam dimulai pukul 21.30 dan berakhir pada 23.30, dan mereka ditahan di komite lingkungan," katanya.

Seorang petugas Uighur di Kantor Polisi Distrik Beimen di ibu kota XUAR, Urumqi, mengatakan kepada RFA warga di sana belum diperintahkan untuk saling melaporkan soal puasa. Namun, pihak berwenang terus mengawasi siapa yang menjalani puasa Ramadhan dan mencatat kegiatan mereka.

"Ya, ada pedoman khusus untuk Ramadhan. Tetapi, bos kami memerintahkan kami tidak membicarakan hal itu melalui telepon," katanya.

Petuga itu berkata, ada daftar orang-orang yang berpuasa dan mendatangi masjid selama bulan Ramadhan. Menurutnya, mereka memiliki unit khusus yang ditugaskan untuk melacak itu.

Sebenarnya, menjelang Ramadhan bulan lalu, kelompok-kelompok pengasingan Uyghur telah mendesak masyarakat internasional untuk berbicara atas nama anggota kelompok etnis mereka yang mengalami penganiayaan di XUAR. Secara khusus, mereka meminta umat Islam di seluruh dunia untuk mendo'akan orang-orang Uighur selama bulan suci Ramadhan dan menyerukan kepada pemerintah masing-masing untuk menuntut agar China segera menghentikan penganiyaan agama terhadap warga Uighur.

Kongres Uighur Dunia yang berbasis di Munich (WUC) mencatat, negara-negara dan pemimpin mayoritas Muslim bersikap diam terhadap situasi di Xinjiang. Karena itu, WUC meminta mereka untuk berhubungan kembali dengan keyakinan dan nilai-nilai yang mereka pegang. Pemimpin Muslim diminta bertindak benar dengan menuntut China menghentikan kejahatannya terhadap kemanusiaan atas etnis Uighur.

Kampanye untuk Uighur (CFU) yang berbasis di Washington menekankan, bahwa puasa bagi umat Islam mengingatkan akan penderitaan, perjuangan dan rasa sakit orang lain. Puasa berarti menempatkan diri pada posisi mereka yang kurang beruntung.

"Karena itu, kami meminta Anda melakukan hal yang sama. Ingatlah orang Uighur yang direnggut dari keluarga mereka, mereka yang dianiaya karena agama mereka yang damai, dan mereka yang terus menjadi tahanan tanpa kejahatan," demikian seruan CFU.

Penahanan massal di XUAR, serta kebijakan lain yang dianggap melanggar hak-hak Uyghur dan Muslim lainnya, telah menyebabkan meningkatnya seruan oleh masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban Beijing atas tindakannya di wilayah tersebut. Tindakan China itu juga mencakup penggunaan teknologi canggih dan informasi untuk mengendalikan dan menekan warganya.

Pada Juli tahun lalu, di Kantor Menteri untuk Memajukan Kebebasan Beragama di Washington, Sekretaris Negara AS Mike Pompeo menyebut kamp-kamp penahanan di XUAR sebagai salah satu krisis hak asasi manusia terburuk di zaman sekarang dan merupakan noda di abad ini.