Bolehkah Meninggalkan Puasa karena Beratnya Pekerjaan?

Red: Hasanul Rizqa

Selasa 05 May 2020 21:57 WIB

Bolehkah Meninggalkan Puasa karena Beratnya Pekerjaan? (ilustrasi). Foto: Antara/Oky Lukmansyah Bolehkah Meninggalkan Puasa karena Beratnya Pekerjaan? (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa Ramadhan adalah ibadah yang nilainya sangat tinggi. Sebab, Allah Azza wa Jalla sendiri yang menganugerahkan balasannya. Bila seseorang tidak menjalankannya, berarti orang itu telah kehilangan keutamaan yang besar.

Puasa merupakan kewajiban atas setiap Muslim yang mukallaf, kecuali ia sakit atau musafir atau semakna dengan salah satu dari keduanya. Orang yang sakit atau musafir diberi rukhshah (keringanan) untuk berbuka. Akan tetapi, mereka wajib mengganti (qadha) puasa itu pada hari yang lain.

Baca Juga

Pekerja keras bukan termasuk dalam kategori orang yang diringankan untuk berbuka puasa.

Berat atau ringannya pekerjaan bukan sebab yang meringankan orang untuk berbuka.

Pekerja keras bila merasa berat menjalankan puasa, disarankan agar berupaya mencari jenis pekerjaan yang lain sehingga memungkinkannya untuk berpuasa Ramadhan. Atau, hendaknya ia mencari cara/kesepakatan agar waktu kerjanya dapat dialihkan pada malam hari.

Bila ia tidak menemukan pekerjaan ringan sedangkan ia wajib menafkahi dirinya dan keluarganya, maka ia harus mencoba dulu berpuasa. Ia wajib berniat puasa sejak malam hari. Lantas, ia bekerja seperti biasa dalam kondisi berpuasa.

Bersahurlah dengan porsi makanan yang menguatkan dan menjaga stamina tubuh. Ketika ia mengalami kesulitan dan benar-benar tidak mampu melanjutkan puasa dengan isyarat tanda-tanda awal yang muncul pada fisiknya (tubuh lemas sekali, kehilangan tenaga), maka pada kondisi demikian ia boleh berbuka.

Ia dihitung sebagai orang yang sakit. Karena itu, ia wajib meng-qadha puasa pada hari lain di luar Ramadhan.

Dalam kondisi tetap kuat berpuasa dan tidak mengalami kesulitan, maka wajib atasnya untuk meneruskan dan menyempurnakan puasanya hingga tenggelam matahari.