REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu hakikat dari ibadah puasa adalah pengendalian diri agar bisa lebih manusiawi. Manusia yang mampu mengendalikan diri dan manusiawi akan semakin bisa menguatkan persatuan di antara umat manusia.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar menerangkan, ibadah puasa sangat bisa mempersatukan umat karena semua umat beragama mengenal puasa. Hindu, Buddha, Kristen dan Yahudi mengenal puasa. Hanya saja teknik puasanya berbeda-beda satu sama lain.
"Puasa di sini adalah pengendalian diri untuk tidak mengucapkan sembarang perkataan, untuk tidak makan sembarang makanan dan minuman dalam waktu tertentu sampai waktu tertentu," kata Prof KH Nasaruddin kepada Republika, Rabu (29/4).
Ia menjelaskan, salah satu tujuan puasa adalah pengendalian diri. Semua ajaran agama apapun menganjurkan umatnya melakukan pengendalian diri. Jadi salah satu hakikat puasa adalah pengendalian diri.
Puasa dalam ajaran agama Islam diwujudkan dalam bentuk formal. Yakni dengan tidak makan, minum dan berhubungan suami-istri dari waktu imsak sampai buka puasa. Dengan berpuasa di bulan Ramadhan, diharapkan umat Islam terbiasa mengendalikan diri.
"Dengan tradisi spiritual seperti ini diharapkan umat Islam bisa menimbulkan bekas untuk nanti setelah Ramadhan tidak lagi semena-mena dan tidak bebas sebebas-bebasnya, karena sudah membiasakan diri melakukan latihan spiritual selama sebulan penuh mengendalikan diri," ujarnya.
Rektor Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta ini mengatakan, meski makanan yang ada di rumah halal untuk dimakan dan berhubungan dengan istri juga halal, tapi tidak boleh karena sedang bulan suci Ramadhan. Jadi puasa Ramadhan itu sebenarnya adalah latihan untuk mengendalikan diri.
Ia menegaskan, agama apapun juga menganjurkan umatnya agar bisa mengendalikan diri. Sebab musuh kemanusiaan adalah kebablasan akibat tidak adanya pengendalian diri. Semakin manusia bisa mengendalikan diri, maka semakin bisa manusiawi. Maka manusia yang semakin bisa mengendalikan diri dan manusiawi akan semakin kuat persatuannya dengan sesama umat manusia.
"Tapi semakin (manusia) tidak kuat mengendalikan diri maka semakin binatang dia, jadi puasa untuk memanusiawikan manusia, orang yang tidak mau berpuasa artinya tidak mau mengendalikan diri maka turun martabatnya menjadi binatang," ujar Prof KH Nasaruddin.
Dalam pandangan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud, puasa Ramadhan mengajari umat Islam untuk bisa hidup bersama sebagai makhluk sosial. Saat umat Islam dari berbagai belahan dunia melaksanakan puasa, mereka melaksanakan aturan dan sistem yang sama sesuai ajaran Islam, sehingga perilakunya sama.
Ia menjelaskan, Alquran menyampaikan bahwa ibadah puasa seperti ibadah-ibadah orang-orang terdahulu dan Nabi-nabi terdahulu. Artinya begitu pentingnya ibadah puasa dan memiliki sesuatu yang besar di dalamnya.
Perintah puasa diikuti oleh promosi-promosi agar umat mau melaksanakan puasa. Misalnya perintah Rasulullah yang mengatakan berpuasalah (kamu) maka akan sehat. Dikatakan juga orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh maka dosanya akan diampuni, dan masih banyak lagi kebaikan dalam puasa.
"Puasa ini besar manfaat dan faedahnya untuk (kebaikan) ruhani atau psikologi individu, untuk kebaikan badan jasmani dan untuk kebaikan sosial hidup bersama," kata KH Marsudi kepada Republika, Rabu (29/4).
Ia menjelaskan, dalam konteks puasa apapun rasnya tidak dibeda-bedakan perintah dan aturannya. Mereka sama-sama melaksanakan perintah dan aturan puasa sesuai ajaran Islam. Puasa menurut syar'i adalah menjaga untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa dari terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari
Lamanya melaksanakan ibadah puasa dari berbagai negara berbeda-beda. Karena dimulai dari terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari. Tapi perintahnya secara universal kepada makhluk sama, itu artinya tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah salah satu teori untuk menyatukan umat.
"Disatukan dengan satu sistem dan aturan yang sama, perilaku yang sama (saat puasa), jadi (puasa) itu mengajarkan kepada kita untuk bisa hidup bersama-sama, orang bule, orang Inggris, orang Afrika, Papua, Jakarta puasanya sama, artinya mengajarkan orang untuk bisa hidup bersama-sama sebagai makhluk sosial," ujarnya.