Nuansa Ramadhan yang tak Biasa Bagi Muslim Nepal

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah

Kamis 30 Apr 2020 03:40 WIB

Nuansa Ramadhan yang tak Biasa Bagi Muslim Nepal. Sukarelawan Muslim Nepal berdoa disela kegiatan mengelola makanan yang akan disumbangkan di Masjid Jame, Kathmandu, Nepal, Sabtu (25/4). Komunitas Muslim Nepal memprakarsai distribusi makanan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan di tengah kebijakan lockdown yang dilakukan pemerintah Nepal guna mencegah penyebaran virus corona. Foto:

Nuansa Ramadhan yang tak Biasa Bagi Muslim Nepal

"Karena kami sedang berusaha mengurangi terlalu banyak keluar rumah. Karena itu, kami tidak mendapatkan cukup makanan seperti kurma, sewai dan Rooh Afza, yang biasanya dikonsumsi selama Ramadhan ini," kata Irfan.

Tahun ini, Ramadhan memang tidak terasa lengkap bagi banyak Muslim. Begitu pun apa yang dirasakan Irfan, Ramadhan ini menurutnya dimulai tanpa daya tarik dan sangat berbeda dari apa yang mereka alami sebelumnya.

Demikian pula dengan pelaksanaan sholat tarawih, pada Ramadhan kali ini Muslim tidak bisa menggelar sholat tarawih berjamaah di masjid. Di tengah kondisi wabah ini, Muslim di Nepal juga hanya bisa melaksanakan sholat tarawih di rumah masing-masing.

"Bagi kami, karena pandemi, rumah telah menjadi masjid kami. Kami melakukan ibadah di rumah kami dengan tulus untuk mengikuti aturan pembatasan fisik. Demikian pula di beberapa rumah, kepala keluarga melaksanakan tarawih untuk keberlanjutan ritual khusus yang dilakukan selama bulan suci ini," kata Shah.

Masjid-masjid yang biasanya ramai dengan jamaah yang hendak shalat dan berbuka puasa bersama, kini sebagian besar kosong. Hal yang lebih dikhawatirkan, muncul narasi yang menyalahkan Muslim atas penyebaran wabah virus corona di negara itu, di mana masjid dianggap tempat penyebaran virus tersebut.

photo
Seorang Muslim tengah berdoa di depan Masjid Kashmiri Taqiya, Kathmandu, Nepal. - (Reuters)

Terlepas dari tekanan eksternal itu, umat Muslim tetap menjalani Ramadhan, walaupun tidak ada tradisi kumpul bersama seperti sedia kala. Sebab, bagi Muslim, Ramadhan adalah bulan yang suci sebagai momen untuk disiplin diri, instrospeksi, dan meningkatkan ibadah serta solidaritas.

"Penyakit tidak memiliki agama. Kita semua harus mempertahankan solidaritas kita di masa yang sulit ini dan menunjukkan belas kasih satu sama lain. Dalam semua doa kami, kami berdoa agar negara kami bebas dari virus corona," ujar Shah.

Sama seperti Nepal, negara-negara lain seperti Arab Saudi dan Indonesia juga secara ketat mematuhi aturan pembatasan fisik untuk mengendalikan wabah. Namun, untuk mempertahankan tradisi dan ritual mereka, banyak komunitas Muslim di berbagai belahan dunia memanfaatkan internet agar tetap terhubung satu sama lain. Bahkan, untuk melakukan ibadah Ramadhan.

Misalnya, beberapa masjid di Inggris menyiarkan shalat secara langsung. Selain itu, banyak pula yang menggunakan aplikasi konferensi video Zoom untuk menciptakan pengalaman berbuka puasa bersama rekan dan anggota keluarga lainnya di dunia maya, termasuk berbagi resep dan bermain gim. 

 

 

Terpopuler