Cerita Ramadhan dari Masjid yang Kosong di Amerika

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah

Sabtu 25 Apr 2020 03:49 WIB

Cerita Ramadhan dari Masjid yang Kosong di Amerika. Foto ilustrasi. Foto:

Cerita Ramadhan dari Masjid yang Kosong di Amerika

Dia mengatakan, anggota Masjid mulai menjahit masker untuk rumah sakit setempat pada Maret kemarin. Masjid tersebut juga telah mendistribusikan lebih dari 1.000 masker ke rumah sakit di Greater Cincinnati dan West Chester. Masjid dan juga berpartisipasi dalam mendistribusikan makanan kepada mereka yang membutuhkan sambil mempraktikkan protokol jarak sosial yang tepat.

Musa mengatakan selain makanan dan masker, masjid setiap hari mendoakan tim medis, pekerja rumah tangga senior, petugas pemadam kebakaran, polisi dan lainnya yang bekerja di garis depan pandemi, serta keluarga dari mereka yang telah meninggal karena Covid-19. "Doa kami panjatkan kepada Allah untuk semua orang yang menderita Covid-19 secara lokal, nasional dan di seluruh dunia," kata Musa.

Seorang Muslimah, Fatima Abouelalla, (24 tahun), telah tumbuh dalam komunitas ini. Abouelalla yang merupakan lulusan Akademi Internasional Cincinnati, bersebelahan dengan masjid, mengatakan dia memaknai masjid sebagai sesuatu yang dekat dengan hatinya. 

Untuk itu dia merindukan teman-temannya serta aktivitas di masjid. "Masjid adalah rumah kita," kata Abouelalla.

Dia mengenang, sebelum pandemi Covid-19 mewabah, dia bersama temannya kerap berkumpul di masjid untuk berdoa, berbuka puasa, dan merayakan ritual ibadah.  Hari libur selama sebulan di mana umat Islam membaca Alquran, berkumpul bersama dalam doa bersama dan puasa akibat pandemi dinilai juga membawa hikmah.

Ia menyebut hal ini adalah sebuah momen untuk meremajakan aspek spiritual agar lebih intens kepada Allah. Ramadhan, kata dia, merupakan waktu bagi umat Islam untuk menjadi sangat dermawan.

Abouelalla mengatakan Ramadhan adalah bulan paling suci bagi umat Islam. Masjid adalah pusat dari Ramadhan ini. Maka pada Ramadhan kali ini, ia merasakan betul bagaimana nuansa berbeda terjadi.

“Saya pikir kita semua akan mengambil kesempatan ini untuk mencerminkan dan mengenali apa yang benar-benar penting dalam hidup. Dan hargai berkat kecil yang sering kita abaikan, di masa lalu, kurasa,"kata Abouelalla.

Mendengarkan khutbah dari TV di ruang tamunya, Abouelalla mengatakan dia rindu bersama orang-orang yang dicintainya di masjid. Tetapi, keterbatasan ini telah memberinya kesempatan untuk menghargai keluarganya dan dia merasa diberkati untuk dikarantina pada saat ini.

Terpopuler