Abdullah bin Amr Menyesal Berlebihan dalam Beribadah

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ilham

Sabtu 03 Jun 2017 05:30 WIB

Muslim beribadah Ramadhan Foto: ibtimes Muslim beribadah Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdullah bin Amr adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia menjadi salah satu sahabat yang menuliskan hadis Nabi Muhammad. Ia terkenal cerdas dan dihormati karena ilmu pengetahuannya.

Abdullah bin Amr lebih dulu masuk Islam ketimbang ayahnya, Amr bin Ash. Semenjak ia dibaiat dengan menaruh telapak tangan kanannya di telapak tangan kanan Rasulullah SAW, hatinya tak ubahnya seperti cahaya Subuh yang cemerlang diterangi nur Ilahi dan cahaya ketaatan.

Suatu hari Rasulullah memanggilnya, dan menasihatinya agar tidak berlebihan dalam beribadah. Rasulullah SAW bertanya, "Kabarnya engkau selalu puasa di siang hari tak pernah berbuka, dan shalat di malam hari tak pernah tidur? Cukuplah puasa tiga hari setiap bulan!"

Abdullah berkata, "Saya sanggup lebih banyak dari itu."

"Kalau begitu, cukup dua hari dalam seminggu."

"Aku sanggup lebih banyak lagi."

"Jika demikian, baiklah kamu lakukan puasa yang lebih utama, yaitu puasa Nabi Daud, puasa sehari lalu berbuka sehari!"

Dan benarlah ketika Abdullah bin Amr dikarunia usia lanjut, tulang-belulangnya menjadi lemah. Ia selalu ingat nasihat Rasulullah dulu. "Wahai malang nasibku, kenapa dulu tidak melaksanakan keringanan dari Rasulullah."

Pada saat terakhir, Rasulullah menasihatinya agar tidak berlebih-lebihan dalam beribadah sambil membatasi waktu-waktunya. Amr bin Ash, bapaknya, kebetulan hadir. Rasulullah mengambil tangan Abdullah dan meletakkannya di tangan bapaknya.

"Lakukanlah apa yang kuperintahkan, dan taatilah bapakmu!" pesan Rasulullah SAW.

Dan sepanjang usianya, sesaat pun Abdullah tidak lupa akan kalimat pendek itu, "Lakukanlah apa yang kuperintahkan, dan taatilah bapakmu!"

Dan ketika terjadi Perang Shiffin (perang antara Ali dan Muawiyah), Amr bin Ash berpihak kepada Muawiyah. Dia pun mengajak anaknya, Abdullah bin Amr, untuk turut serta bersamanya membela Muawiyah.

Demikianlah, Abdullah berangkat demi ketaatannya terhadap sang ayah. Namun ia berjanji takkan pernah memanggul senjata dan tidak akan berperang dengan seorang Muslim pun.