Perang Badar dan Kepemimpinan Rasulullah

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ilham

Selasa 30 May 2017 06:30 WIB

Lokasi Perang Badar (ilustrasi) Foto:

Ketaatan Iman

Perang Badar pada bulan Ramadhan dan kisah Abu Bakar menemani Rasulullah dalam berhijrah sarat dengan pesan tauhid, keimanan. Perang Badar tidak akan dimenangkan umat Islam jika saja iman umat Islam lemah. Secara kuantitas, banyaknya lawan bukan mustahil dapat dikalahkan.

Dan, kasus Abu Bakar menangis setelah dijelaskan Rasulullah bahwa dia dipilih Allah untuk menemenai Rasulullah berhijrah sangat berlawanan dengan kondisi saat ini. Banyak orang yang dipilih untuk menjadi pejabat mengungkapkan perasaannya dengan gembira.

Apa lagi terpilih melalui pemungutan suara dalam sebuah pesta Pilkada. Padahal jabatan yang dipegangnya itu adalah amanah rakyat yang harus disejahterakan.

Abu Bakar berusaha menghalau ular keluar dari lubang lantaran tidak ingin Rasulullah yang sedang tidur diganggu dan digigit ular. Lebih baik dirinya menjadi sasaran "lawan", bukan atasanya, pemimpinnya yang sedang istirahat setelah berjuang all out. Begitu pikir Abu Bakar.

Abu Bakar pun sedikit 'rewel' terhadap Rasulullah, banyak bertanya. Meski ia sadari bahwa seorang Nabi Muhammad SAW dalam mengambil keputusan tidak pernah akan salah. Namun karena rasa penasaran dan rasa ingin tahu setiap persoalan, akhirnya ditanyakan kepada Rasulullah.

Misal tentang pemilihan arah perjalanan, yang kemudian dijelaskan Nabi Muhammad bahwa arah perjalanan ke utara karena di sana sudah banyak pasukan musuh bersenjata lengkap.

Yang menarik, pertanyaan itu dijawab dengan baik oleh Rasulullah. Ya, menjadi pemimpin harus mampu memberi penjelasan dengan baik dan tidak emosional. Ini adalah contoh bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada umatnya agar bersikap transparan menghadapi suatu persoalan.

Kisah Perang Badar dan perjuangan Rasulullah kerap diangkat ke permukaan dalam ceramah-ceramah para ulama selama Ramadhan. Tujuannya untuk memetik teladan Rasulullah dalam memimpin umatnya.

Terpopuler