REPUBLIKA.CO.ID, Perkembangan dunia pengobatan dalam kedokteran, menghadirkan berbagai macam jenis obat-obatan. Demikian halnya, dengan cara mengonsumsinya. Sebagian obat, dikonsumsi me lalui mulut, ada pula yang berbentuk cairan dan disuntikkan lewat lengan, dan terdapat juga obat tetes yang masuk ke tubuh pasien dengan jalur telinga ataupun mata.
Terkait jenis obat terakhir, yaitu obat tetes mata, apakah bisa menyebabkan puasa seseorang batal? Guru Besar Universitas Al Qassim Arab Saudi, Ahmad bin Muhammad Al Khalil, memaparkan persoalan itu dalam bukunya yang berjudul Mufthirat As Shiyam Al Mu’ashir. Muncul perbedaan pendapat ulama menyikapi dua permasalahan itu.
Syekh Ahmad menjelaskan, soal hukum obat tetes mata, terjadi silang pendapat. Perbedaan ini berkutat pada apakah mata dikategorikan juga dalam akses menuju perut, sebagaimana mulut. Atau, justru sebaliknya, yakni mata tidak memiliki saluran apa pun menuju rongga mulut.
Dalam kajian mazhab fikih, topik ini pernah mengemuka. Menurut Mazhab Hanafi dan Syafii, tidak ada saluran dari mata menuju rongga mulut atau otak. Atas dasar inilah, mereka menganggap apa pun yang masuk ke dalam mata tidak membatalkan puasa.
Berseberangan dengan kedua mazhab tersebut, menurut Maliki dan Hanbali, di dalam mata terdapat akses ke kerongkongan, seperti mulut dan hidung. Karena itu, apa pun yang ditaruh di mata, seperti celak dan masuk ke rongga itu maka bisa membatalkan puasanya.
Syekh Ahmad lalu mengungkapkan bahwa ilmu kedokteran saat ini membuktikan adanya keterkaitan antara mata dan rongga mulut, hidung, serta tenggorokan. Dalam konteks ini, memang pendapat Maliki dan Hanbali bisa digunakan. Tetapi, memang masalahnya, dalam literatur fikih klasik belum didapati teks lugas yang menguraikan topik ini.
Belakangan, sejumlah ulama kontemporer pun memberikan fatwa mereka. Kelompok yang pertama mengatakan bahwa obat tetes mata tidak menyebabkan puasa batal. Pendapat ini diamini oleh Syekh Wahbah Az Zuhaili, Shadiq Ad Dharir, Ajil An Namasyi, dan Ali As Salus.
Dalam pandangan mereka, sekalipun terdapat celah dalam mata, tetapi ukurannya sangat kecil. Kapasitasnya tak lebih dari satu tetesan. Sehingga, hukumnya termasuk dispensasi (ma’fu anhu). Tetesan tersebut, begitu dimasukkan ke mata diserap maksimal oleh jaringan- jaringan ke otak. Artinya, satu atau dua tetes obat itu tak sampai menembus kerongkongan.
Argumentasi lain yang dikutip pendapat ini ialah obat tetes bukan termasuk perkara yang membatalkan puasa, seperti perkara lainnya yang dijelaskan oleh teks syariah. Mata juga bukan merupakan saluran makan atau minum.
Sedangkan kubu yang kedua memandang bahwa penggunaan obat tetes mata bisa membatalkan puasa. Pendapat ini disampaikan oleh Syekh Muhammad al Mukhtar As Salami dan Syekh Muhammad Al Alifi.
Menurut kelompok ini, analogi pengambilan hukumnya merujuk pada hukum pemakaian celak di mata ketika berpuasa, yaitu puasanya batal. Ini diperkuat pula dengan pendapat para pakar anotomi. Mereka membuktikan adanya celah-celah yang berkaitan antara mata dan tenggorokan.