REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO--Datangnya bulan suci Ramadhan memberikan tantangan kepada setiap pengusaha muslim Kanada yang bergerak dibidang restoran. Mereka berada di antara dua pilihan yakni buka seperti biasa namun terganjal aspek keyakinan atau tutup tapi mereka kehilangan pelanggan.
Hal itulah yang dialami Salah Abderahman dan Ahdela Akooje saat menjalani bisnis restoran. Selama Ramadhan, restoran yang dikelolanya dibuka dari 21.00 malam hingga 04.00 pagi waktu setempat. Para pelanggan yang tahu perubahan itu tentu maklum.
Seorang pelanggan, Kelly Shaw, tahu bahwa Abderahman dan Akooje tidak bisa melayaninya sejak matahari terbit. Ia mengagumi prinsip itu sehingga ia secara tidak langsung melaksanakan ibadah puasa. "Saya mencobanya, namun sulit. Butuh banyak displin," kata dia.
Bagi Abderahman dan Akooje, mengubah jam buka dan tutup restoran merupakan bagian dari implementasi keimanan mereka. Menurut Abderahman, bergerak di industri restoran saat memasuki bulan Ramadhan membutuhkan tambahan kreativitas.
Harus diakui, tambahan kreativitas itu tidak mampu menghindari penurunan jumlah pelanggan sekitar 30 persen. Meski berkurang, pelanggan yang tersisa tetap saja membuat mereka sibuk.
Bagi keduanya, hal yang paling sulit selama Ramadhan adalah rasa haus. Mereka mungkin terbiasa melihat makanan tapi tidak dengan keinginan untuk minum. Kesulitan lain, ketika mereka hendak mencicip rasa dari makanan yang disajikan. "Beruntung, Islam itu fleksibel. Saya masih bisa mencicipi meski hanya diujung lidah. Kalau tidak begitu, anda mungkin menyajikan menu yang tidak bisa dimakan," kata Akoojee.
Pasangan itu telah menyatukan kalangan muslim dan non-muslim. Seperti Jessica Dubelaar, ia telah menjadi pelanggan sejak usia 15 tahun. "Mereka begitu hangat, suasana kian sempurna ketika sajian buatan keduanya datang," kata dia.
Menurut Abderrahman, restoran ini dicintai warga muslim karena menyediakan makanan halal. "Kami tidak menyediakan menu dari daging babi. Kami mencintai pelanggan kami," kata Akoojee.