REPUBLIKA.CO.ID, Idealnya menurut kesehatan, orang tidur setelah makanan tercema dengan baik atau menurut bahasa kesehatan Nabi SAW adalah tidak tidur dalam keadaan perut kenyang. Itu hanya bisa dicapai dengan gerak badan atau jalan-jalan antara 40-100 Jgkah atau paling tidak beristirahat beberapa saat sebelum kranjak tidur.
Harits bin Kaidah, dokter Arab yang paling pada masanya, ketika menjelang wafat memberikan nasihat kepada banyak orang yang meminta nasihatnya. Diantara Nasehatnya ialah, "Tidurlah setelah menunggu beberapa saat usai makan siang itu. Bila kamu makan makan maka hendaklah kamu berjalan empat puluh langkah (sebelum tidur)."
Pada waktu menjalani puasa Ramadhan, Rasulullah SAW para sahabat asai bersantap sahur tidak langsung tidur. Tapi justru berangkat ke masjid menunaikan shalat subuh, karena telah masuk waktu imsak (batas memulai puasa) dengan waktu subuh hanya sepanjang bacaan 50 ayat atau kurang lebih 15 menit.
Sahabat Zaid bin Tsabit menceritakan, "Kami makan sahur bersama Rasulullah SAW lalu kami berangkat menunaikan shalat (subuh). ”Ditanyakan, "Berapakah jarak antara keduanya?" Jawabnya, "Bacaan 50 ayat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidur siang hari berefek tidak baik bagi kesehatan, apalagi yang berlebih-lebihan pada saat puasa. Ia mempengaruhi raut wajah, mengundang penyakit, dan menjadikan orang malas. Karenanya, ia mesti dihindari.
Apalagi siang hari adalah saat bekerja dan beraktivitas. Kecuali tidur siang pada waktu tengah hari yang sangat panas atau tidur siang sebentar dengan maksud agar bisa membantu mempermudah bangun di malam hari untuk shalat tahajjud yang disebut dengan tidur qailulah (tidur siang sebentar).
Rasulullah SAW bersabda, "Lakukanlah qailulah agar bisa membantumu bangun malam." (HR. Ibnu Maajah, Hakim, dan Thabarani).