Adab I'tikaf pada Bulan Ramadhan (bag 2)

Red: Heri Ruslan

Jumat 10 Aug 2012 09:54 WIB

Masjid di Australia/ilustrasi Foto: theage.com.au Masjid di Australia/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Keempat, i’tikaf di dalam tenda atau kubah (semacam tenda) di masjid.

Menurut Syekh Sayyid Nada, i’tikaf di dalam tenda atau kubah akan membantu orang beri’tikaf untuk ber-khalwat dengan Rabbnya, bersendiri, dan tidak menyia-nyiakan waktu berbicara dengan orang lain. Hal itu, kata dia, dilakukan Rasulullah SAW.

Dari Aisyah RA, dia berkata, "Rasulullah jika ingin beri’tikaf, beliau mengerjakan shalat fajar kemudian masuk ke tempat i’tikafnya. Suatu kali beliau ingin beritikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, lalu Rasulullah SAW memerintahkan agar didirikan kemah, maka dipancangkanlah..." (HR Bukhari dan Muslim).

Kelima, memasuki tenda atau masjid setelah fajar.

Menurut Syekh Sayyid Nada, hendaknya seseorang yang beritikaf memasuki tenda setelah shalat fajar awal sepuluh hari terakhir bulan Ramdahan. Ibnu Hajar berkata, waktu memulai itikaf adalah setelah shalat Subuh.

Keenam, tak keluar masjid tanpa ada kepentingan darurat.

Orang yang beritikaf hanya boleh keluar dari masjid untuk buang hajat atau keperluan mendesak lainnya. Hal itu berdasarkan hadis dari Aisyah yang telah disebutkan pada poin ketiga.

Ketujuh tak menyetubuhi istri atau mendatanginya.

Berdasarkan hadis dan surah Al-Baqarah ayat 187, orang yang beritikaf tak diperbolehkan menyetubuhi istrinya. Allah SWT berfirman, ‘’… Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu sedang beri’tikaf dalam masjid…’’ 

Kedelapan, bersungguh-sungguh dalam beribadah dan tak menyia-nyiakan waktu.

Bersungguh-sungguh dalam beribadah dan tak menyia-nyiakan waktu merupakan tujuan awal itikaf. Orang yang beri’tikaf hendaknya memfokuskan diri untuk beribadah dan mencari Lailatul Qadar yang dijanjikan dalam Alquran lebih baik dari seribu bulan.

Memasuki hari kesepuluh terakhir, Rasulullah SAW kian bersungguh-sungguh beribadah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim disebutkan, "Apabila telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW mengencangkan kain sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya."

Menurut Syekh Sayyid Nada, yang dimaksud dengan mengencangkan kain sarung adalah bersungguh-sungguh dalam beribadah dan tak mendatangi istri-istrinya, karena kesungguhan beliau dalam beribadah.

Wajib atas seorang yang beri’tikaf agar memanfaatkan setiap waktu dan kesempatannya untuk beribadah, berdoa, merendahkan diri kepada Allah, membaca Alquran, memohon ampun, berzikir, mengerjakan shalat, bertafakur (berpikir), dan bertadabur (merenung).

"Dengan semua itu, orang yang beri’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan berhak mendapatkan janji Allah SWT dan pahala-Nya, yakni keluar dari tempat itikaf dalam keadaan diampuni dosa-dosanya," papar Syekh Sayyid Nada.