MUI Aceh: Beda Awal Ramadhan Jangan Dibesar-Besarkan

Red: Stevy Maradona

Jumat 29 Jul 2011 18:49 WIB

Masjid Baiturrahman Masjid Baiturrahman

REPUBLIKA.CO.ID, MELUABOH-- Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia meminta khilafiah (perbedaan pendapat) awal masuknya puasa Ramadhan 1432 Hijriah agar tidak dibesar-besarkan.

"Kita sangat berharap muslim di Aceh, menganut paham apapun itu jangan membesar-besarkan khilafiah awal puasa, apalagi Majelis Ulama Indonesia dan Nahdlatul Ulama telah menyepakati awal Ramadhan jatuh pada Senin (1/8)," kata Ketua ICMI Aceh Barat Dr Syamsuar Basyariah MAg di Meulaboh, Jumat.

Ia menjelaskan, masalah ijtihad adalah urusan aqal, sementara pemuka Agama Islam memiliki banyak pijakan  masuknya puasa Ramadhan, dan hal ini menurut dia adalah rahmat, dan tidak perlu dibesar-besarkan oleh para pengikut yang berujung saling tuding dan menyalahkan konsep ibadah orang lain.

Berpijak pada masuknya Puasa Ramadhan tahun lalu muslim di Provinsi Aceh, tidak serentak, sebagian meyakini Rukyah (melihat anak bulan) dengan dua mata kepala dan sebagiannya meyakini puasa cukup dengan hisab (perhitungan).

"Kalau muslim di Aceh terus mempermasalahkan tentang keyakinan ibadah mufradiah (sendiri) tidak akan pernah usai selisih paham masuknya Puasa Ramadhan, padahal kita sudah memiliki ulama dan umara ke sanalah kita berpijak," tegasnya.

Menurut Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Meulaboh ini, sejatinya apabila terjadi selisih paham dari kalangan pengemuka dicontohkan seperti Muhammadiyah dan Ahlu Sunnah Wal Jamaah, tidak berujung menyalahkan peribadatan sesama muslim.

Kepada 2.220 jiwa lebih mahasiswa di lembaganya telah diintruksikan agar mengikuti jadwal yang telah ditentukan pemerintah pusat, melalui Kementerian Agama, menurutnya hal ini lebih efektif ketimbang mencari salah dan benar.

Kendati demikian, yang menjadi persyaratan peribadatan puasa Ramadhan seperti Rukyah dan Hisab, hal tersebut tetap dilaksanakan, agar ibadah sejalan dengan ilmu syariat yang disebutkan di dalam Al Quran dan Hadist Nabi SAW.

"Sebaiknya umat muslim mengikuti petunjuk ulama dan umara dan juga tidak meninggalkan tata cara peribadatan, seperti rukyah dan hisab kalau tidak nanti tidak sah pula ibadah kita," kata dia.