REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Mahasiswa internasional Universitas Indonesia (UI) asal Thailand Ikrom Ingding merasa senang bisa ikut merayakan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah di Indonesia.
Meski tidak dapat merayakan Idul Fitri di kampung halamannya, Ikrom Ingding tetap senang karena berkesempatan merayakan Idul Fitri di Indonesia. Ia bersama rekannya Anas, yang juga berasal dari Thailand, melaksanakan shalat id bersama.
"Tentunya saya senang bisa merayakan Idul Fitri bersama umat Muslim di Indonesia," kata Ikrom Ingding di Depok, dikutip Antara, Sabtu (13/4/2024).
Yong, panggilan akrabnya, menceritakan hal-hal menarik yang ia temui selama menjalankan ibadah puasa di Indonesia. Momen buka puasa bersama (bukber) misalnya, kata dia, jarang dilakukan di Thailand sebab budaya berbuka puasa bersama keluarga lebih sering dilakukan daripada bukber dengan teman.
Antusiasme Yong semakin besar setelah mengetahui bahwa Idul Fitri dan Idul Adha telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Culture Organization (UNESCO) sebagai hari besar keagamaan berkat usulan Indonesia yang didukung negara lain.
Pemerintah Thailand menetapkan libur panjang pada April ini. Tahun ini lebih spesial karena momen Idul Fitri berdekatan waktunya dengan Songkran, sehingga Muslim di Thailand akan merasakan waktu libur lebih panjang daripada biasanya.
Namun dari keunikan tersebut, Yong menyadari ada satu hal yang mirip dengan budaya Thailand yakni tradisi mudik. Tradisi mudik di Thailand biasanya terjadi pada April bertepatan dengan Festival Songkran (Tahun Baru Thailand).
Di Indonesia Yong pertama kali merasakan berpuasa di lingkungan mayoritas Muslim, karena di daerah asalnya (Provinsi Narathiwat, Thailand) jumlah Muslim terhitung sedikit. "Saya merasakan kehangatan dan kenyamanan, karena setiap masjid menyiapkan makanan untuk berbuka puasa dengan cara yang sangat baik," ujarnya.
Oleh karena itu Ramadhan Iftar 2024 yang diselenggarakan Kantor Urusan Internasional UI pada 28 Maret 2024 lalu memberinya pengalaman yang berbeda.
Ia juga melihat tingginya nilai solidaritas dan toleransi yang ditampilkan masyarakat Indonesia saat Ramadhan. Salah satunya tercermin dari tradisi membangunkan sahur yang menggambarkan solidaritas, sekaligus kepedulian masyarakat terhadap sesama.
"Di sini kalau sahur meriah, ada yang berkeliling membangunkan orang-orang. Di Thailand hal semacam ini tidak ada," kata Yong.
Sementara itu toleransi saat Ramadhan ditunjukkan melalui penyesuaian kegiatan belajar-mengajar oleh para dosen. Beberapa pengajar mengubah metode pembelajaran menjadi daring, sebagian lagi mengalihkan ujian di kelas menjadi take home.
Situasi ini semakin meyakinkan Yong bahwa Indonesia merupakan tempat yang nyaman untuk menjalankan ibadah selama Ramadhan.