REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ramadhan telah pergi meninggalkan kita semua dengan segenap rangkain ibadah bernilai pahala tinggi di dalamnya. Apakah kita termasuk orang yang sukses?
Pendakwah, Ustadz Syarifuddin, mengatakan ada lima ciri orang Islam yang sukses ibadah Ramadhannya.
Pertama, kata Ustadz Pasya, orang itu setelah melalui bulan Ramadhan semakin bagus keimanannya kepada Allah SWT.
“Orang yang makin bagus keimanannya selalu ingin terus meningkatkan kualitas ibadah,” katanya sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika, Jumat (12/4/2024).
Ciri yang kedua, orang yang sukses ibadahnya di bulan Ramadhan adalah orang itu semakin mencitai amal kebajikan dalam setiap kehidupannya. “Ketiga, semakin baik akhlak dan budi pekertinya,” katanya.
Ustadz Pasya mengatakan, kebaikan itu tidak hanya dilakukan kepada Allah SWT, tetapi juga harus dilakukan kepada sesama manusia. Karena, Rasulullah SAW pernah mengatakan saat ditanya sahabatnya bahwa ada orang yang banyak pahalanya namun bakal rugi di akhirat. “Karena, baiknya hanya kepada Allah SWT, kepada manusia tidak,” katanya.
Jika ada orang yang seperti itu, di akhir nanti amalnya akan habis oleh orang yang disakiti. “Karena menyakiti hati manusia tidak cukup minta maaf kepada Allah SWT, harus langsung kepada orangnya,” ujar Ustadz Pasya.
Untuk ciri yang keempat orang yang sukses ibadah di bulan Ramadhan adalah orang yang selalu mencintai ilmu pengetahuan agama. Orang tersebut, kata dia, selalu ingin terus memperbaiki kualitas ilmu agamanya.
Untuk ciri yang kelima ialah orang itu selalu ingin memakmurkan masjid. Dalam setiap kesehariannya, orang tersebut selalu ingin hadir di masjid untuk menuntut ilmu.
“Jamaah yang hadir di sini adalah salah satu orang yang ingin memakmurkan masjid. Allah SWT memuji orang-orang yang selalu memakmurkan masjid,” katanya.
Menurut Ustadz Pasya, bulan Syawal bukanlah bulan untuk meningkatkan kualitas ibadah kita, melainkan bulan untuk mengaktualisasikan ibadah selama bulan Ramadhan. “Jadi, rugi jika kita menyia-nyiakan bulan Ramadhan,” katanya.
Untuk tidak menghilangkan momentum bulan Ramadhan, kita harus memanfaatkan kesempatan halal bihalal yang dilaksanakan oleh individu atau organisasi.
Meski halal bihalal tidak identik dengan ibadah bulan Ramadhan, dengan saling bertemu saat halal bihalal menjadi kesempatan untuk saling memaafkan.
“Halal bihalal adalah menghalalkan sesuatu yang diharamkan, misalnya, kita memusuhi orang, jadi halal jika kita saling memaafkan,” katanya.
Ustadz Pasya menegaskan, halal bihalal adalah bagian dari kebiasaan baik umat Islam di Indonesia. Meski tidak ditemukan hal yang sama di negara Timur Tengah, ada sisi kebaikan dalam halal bihalal.
Semisal karena kesibukan kerja, kita jadi jarang bertemu dengan tetangga, rekan kerja, ataupun saudara. “Momentum halal bihalal adalah sarana untuk mempererat silaturahim yang bernilai baik dalam Islam.