Ketum Muhammadiyah: Imam Sholat Tarawih Harus Perhatikan Kondisi Jamaah

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah

Selasa 26 Mar 2024 03:45 WIB

Masyarakat mengikuti shalat tarawih pertama Ramadhan 1445 H di Masjid Raya Jawa Barat Al Jabbar, Kota Bandung, Senin (11/3/2024). Dalam tarawih pertama ini, Imam Besar Masjid Raya Al Jabbar KH Miftah Faridl hadir menyampaikan ceramah. Foto: Edi Yusuf/Republika Masyarakat mengikuti shalat tarawih pertama Ramadhan 1445 H di Masjid Raya Jawa Barat Al Jabbar, Kota Bandung, Senin (11/3/2024). Dalam tarawih pertama ini, Imam Besar Masjid Raya Al Jabbar KH Miftah Faridl hadir menyampaikan ceramah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir mengingatkan para imam sholat tarawih untuk memperhatikan jamaah sholatnya. Dia menyampaikan seorang imam sholat tarawih seharusnya tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga jamaahnya.

"Saya termasuk ingatkan takmir. Sekarang kan alhamdulillah hafidz-hafidz (Alquran) untuk imam kita itu bagus-bagus tapi saya ingatkan, jamaah itu beragam. Imam jangan hanya berpikir tentang hafalan Alquran dalam dirinya, dari juz pertama juz terakhir dia bisa baca semalam, tapi jamaah bisa pingsan," kata dia.

Baca Juga

Hal tersebut disampaikan Haedar saat menyampaikan pidato iftitah Pengkajian Ramadhan Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Senin (18/3/2024). Turut hadir dalam pembukaan ini, antara lain Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof Ma'mun Murod Al-Barbasy dan Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insana PP Muhammadiyah Bachtiar Dwi Kurniawan.

"Nah, jangan sampai, 11 diperpanjang dua kali lipat dari yang 23. Nanti nggak banyak pengikutnya. Ini soal kompatibilitas antara apa yang kita lakukan dan kita pikirkan tentang masyarakat. Di situ sebenarnya soal pendekatan dakwah," tuturnya.

Karena itu, Haedar menambahkan, Majelis Tabligh Muhammadiyah perlu meniscayakan perubahan pendekatan dan praksis gerakan dakwah. Dia juga mengingatkan dakwah di tengah masyarakat itu harus inklusif dan jangan eksklusif. Bahkan sampai memisahkan diri dari masyarakat untuk melaksanakan ibadah.

Dalam kesempatan itu, Haedar juga menyampaikan Pengkajian Ramadhan Muhammadiyah ini digelar agar lebih mendalami hal yang sangat penting dan sangat strategis yang selama ini menjadi bagian mata rantai perjalanan Muhammadiyah.

"Yakni bagaimana memperluas basis gerakan Muhammadiyah sekaligus juga keberadaan Muhammadiyah di akar rumput, dan bagaimana dakwah kultural dapat kita akselerasikan untuk menjadi instrumen gerakan kita yang lebih memperkukuh dan memperluas basis gerakan Muhammadiyah," katanya.

Haedar juga menyinggung perlunya merekonstruksi pendekatan praksis gerakan dakwah. Menurutnya, saat ini pemikiran-pemikiran secara teologis atau keagamaannya sudah ada lebih dari cukup. Tetapi perlu rekonstruksi dalam hal pendekatan dakwah, gerakan dan taksis atau model aktivitas.

"Nah, dakwah kultural sebenarnya menjembatani itu maka disebutkan 'dakwah kultural adalah usaha menanamkan dan mewujudkan nilai-nilai Islam dalam segala bidang kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas untuk terwujudnya tujuan Muhammadiyah," tuturnya.