REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi tawuran di kota-kota besar seperti di Jakarta tak pernah surut, sekalipun di bulan Ramadhan. Bedanya di bulan suci ini, mereka membalut aksi tawuran dengan ‘perang sarung’. Beda istilah tapi sama-sama meresahkan masyarakat dan membahayakan nyawa. Aktornya pun sama, yaitu didominasi anak-anak remaja dan pelajar dan diawali dengan provokasi melalui media sosial.
Polda Metro Jaya mengaklaim telah melakukan sejumlah langkah dan tindakan untuk menanggulangi aksi perang sarung yang hampir setiap hari terjadi di bulan Ramadhan 1445 hijriah ini.
Disebutnya Polda Metro Jaya dan Polres serta Polsek jajaran terus berupaya memelihara Keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dengn melakukan kegiatan kegiatan preemtif. Salah satunya kegiatan preemtif dengan memberikan imbauan, edukasi diilakukan langsung maupun digital.
“Kemudian kami meningkat kehadiran petugas kepolisian dilapangan (patroli), di jam-jam rawan, kemudian di jam-jam kegiatan masyarakat yang membutuhkan kehadiran kepolisian,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada awak media, Senin (18/3/2024).
Selain itu, kata Ade Ary, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto juga bersikap tegas terhadap fenomena tawuran atau perang sarung yang kerap terjadi di wilayah hukumnya.
Dia menegaskan dan memastikan jajarannya bakal memproses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku kepada para pelaku tawuran atau perang sarung tanpa terkecuali. Bahkan Polda Metro Jaya merekomendasikan agar pemerintah provinsi pencabut pencabutan Kartu Jakarta Pintar milik pelaku.
“Terkait tawuran misalkan itu akan diproses sesuai dgn aturan hukum yang berlaku berdasarkan fakta perbuatan yg ditemukan tentunya. Jadi harus tetap proporsional,” tegas Ade Ary.
Namun demikian, lanjut Ade Ary, Kamtibmas merupakan tanggungjawab bersama-sama antara pihak kepolisian bekerjasama dengan masyatakat. Dia berharap agar masyarakat bersinergi serta kerjasama dengan efektif dan hasil yang optimal. Karena itu pihak kepolisian bakal menindak tegas pelaku aksi tawuran atau perang sarung, termasuk pelaku yang melakuka provokasi melalui media sosial.
“Kemudian yang didapati melakukan tindak pidana, barang bukti juga diproses. Provokasi mengajak tawuran kemudian live dengan medsos tawuran itu juga diproses,” kata Ade Ary.