Pergi ke Bandung Naik Kereta Cepat Misalnya, Tergolong Musafir dan Boleh tak Berpuasa?

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah

Ahad 17 Mar 2024 09:25 WIB

Kereta Cepat (ilustrasi). Rukhsah Musafir berlaku terhadap jarak perjalanan  Foto: Edi Yusuf/Republika Kereta Cepat (ilustrasi). Rukhsah Musafir berlaku terhadap jarak perjalanan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mufti Mesir Syekh Dr Syauqi Alam, menjelaskan ihwal hukum tidak puasa pada bulan suci Ramadhan karena dalam perjalanan. 

Sering kali di era sekarang menempuh jarak yang begitu jauh hingga ratusan kilometer tetapi hanya ditempuh dengan waktu yang relatif singkat.

Baca Juga

Misalnya pergi dari Jakarta ke Bandung yang kalau menggunakan bus lewat jalan tol memakan waktu 3-4 jam dengan jarak berkisar 150 kilometer. Dan sekarang dengan kereta cepat hanya butuh waktu tidak lebih dari satu jam.

Dalam kondisi demikian, jika seorang Muslim ada dalam perjalanan safar yang nyaman, maka bagaimana hukumnya? Apakah dia harus tetap puasa mengingat perjalanan tersebut terbilang nyaman dan tidak menyulitkan dirinya?

Mufti Mesir Syauqi Alam menjelaskan, ada kriteria jarak tempuh perjalanan yang membuat seorang Muslim dibolehkan membatalkan puasa.

Bolehnya tidak puasa karena sedang dalam perjalanan itu berkaitan dengan jarak tempuh yang membolehkan seorang Muslim mengqashar dan menjamak sholat, yaitu 85 kilometer, tanpa mempertimbangkan kesulitan atau kenyamanan selama perjalanan.

"Jadi, jika seseorang melakukan perjalanan, maka keringanan untuk membatalkan puasanya berlaku. Dan jika tidak sedang melakukan perjalanan, maka tidak ada keringanan yang membuatnya boleh membatalkan puasa," katanya, dilansir Masrawy.

Mufti Syauqi Alam melanjutkan, kesulitan atau penderitaan yang dialami selama perjalanan adalah sebuah hikmah yang sifatnya tidak terkendali atau tidak terukur. Sebab, kesulitan yang dialami antara satu orang musafir dengan musafir yang lain berbeda-beda.

Karena itu, dia menuturkan, tidak tepat mengaitkan hukum puasa musafir dengan kondisi nyaman atau sulit yang dialami selama menempuh perjalanan. "Karena hukum puasa musafir ini tidak terkait dengan ada atau tidaknya kesulitan (selama perjalanan)," ujarnya.

Ini menunjukkan bahwa ajaran Islam memberikan kemudahan kepada umatnya saat berada dalam perjalanan, dengan memperhitungkan faktor jarak tempuh yang dianggap sebagai sebuah safar atau perjalanan. Allah SWT berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." (QS Al Baqarah ayat 185)

Sumber: masrawy

photo
Infografis Hukum Berpuasa Ramadhan - (Republika.co.id)