Muhadjir: Gunakan Pengeras Suara Masjid Sewajarnya, Jangan Sampai Ganggu Lingkungan

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah

Rabu 13 Mar 2024 14:43 WIB

Pengurus masjid memperbaiki dudukan toa atau pengeras suara di menara Masjid Al-Abrar Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (30/3/2022). Menyambut masuknya bulan suci Ramadhan 1433 H, sejumlah pengurus masjid di wilayah itu membenahi peralatan dan perlengkapan masjid agar mendukung pelaksanaan ibadah selama Ramadhan. Foto: ANTARA/Basri Marzuki Pengurus masjid memperbaiki dudukan toa atau pengeras suara di menara Masjid Al-Abrar Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (30/3/2022). Menyambut masuknya bulan suci Ramadhan 1433 H, sejumlah pengurus masjid di wilayah itu membenahi peralatan dan perlengkapan masjid agar mendukung pelaksanaan ibadah selama Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menegaskan agar penggunaan pengeras suara di masjid tidak sampai mengganggu lingkungan. Pengeras suara di masjid, kata dia, harus digunakan sewajarnya.

"Kan sudah ada kesepakatan itu. Ya pokoknya gunakanlah pengeras sewajarnya. Tapi jangan sampai menganggu lingkungan. Misalnya gunakanlah yang keras pada waktu adzan. Misalnya memanggil orang shalat. Tapi kalau waktu ngaji, waktu  apa, berzikir, masa, harus keras-keras," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Ia menyoroti, selama ini tidak sedikit antarmasjid yang justru berlomba untuk mengeraskan pengeras suaranya. Karena itu, Muhadjir pun mendukung aturan penggunaan pengeras suara untuk kepentingan ibadah.

"Saya setujulah. Pokoknya aturlah, ditertibkan penggunaan pengeras suara untuk kepentingan ibadah, terutama jangan sampai yang mestinya untuk memanggil, tapi bikin menjadi gaduh," kata dia.

Muhadjir tak ingin, penggunaan pengeras suara justru mengganggu kenyamanan masyarakat dan membuat gaduh. Terutama di bulan Ramadan di mana masyarakat Muslim tengah beribadah khusyuk.

"Semestinya waktunya, apalagi di bulan puasa ini kan mendekatkan kepada Tuhan. Sehingga jangan terlalu banyak dengar suara keras-keras," ujar Muhadjir.

Muhadjir pun menilai adanya pro dan kontra di masyarakat terkait aturan ini merupakan hal yang biasa. Ia mengatakan, selama ini Indonesia bisa menyelesaikan berbagai perbedaan dengan baik.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) Anna Hasbie menegaskan bahwa edaran pedoman penggunaan pengeras suara tidak melarang penggunaannya dan membatasi syiar Ramadhan. Surat edaran yang dimaksud adalah Surat Edaran Nomor: SE. 05 Tahun 2022.

"Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan Tadarrus Al Quran menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam," kata Anna Hasbie dalam keterangannya di Jakarta, Senin (11/3/2024).

Anna menjelaskan bahwa Kementerian Agama pada 18 Februari 2022 telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala. Edaran itu bertujuan untuk mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.

Edaran itu sendiri mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Al Quran menggunakan pengeras suara mengarah ke dalam.

Anna juga memaparkan bahwa edaran itu bukanlah pedoman yang baru, mengingat sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: Kep/D/101/1978. "Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al Quran menggunakan pengeras suara ke dalam," katanya.

Dia menambahkan, edaran itu dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan dengan giat tadarus, Tarawih, dan qiyamul lail selama Ramadan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja diatur, katanya, justru agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.

"Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antarmasjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, Insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami," jelas Anna Hasbie.