Cari Kurma Jelang Ramadhan, Pembeli di DIY Hindari Kurma Produksi Israel

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Hafil

Rabu 28 Feb 2024 20:18 WIB

Kurma (ilustrasi) Foto: Pixy.org Kurma (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Sejumlah toko ritel sudah mulai menjajakan kurma menjelang Ramadhan 2024 ini. Seperti di sejumlah toko ritel yang berlokasi di Jalan Laksda Adisucipto, Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY.

Meski, ada kekhawatiran kurma-kurma yang dijual di toko-toko ritel tersebut merupakan kurma merk Israel. Berdasarkan pantauan Republika, di sejumlah toko ritel tersebut masih menjual kurma yang produksi oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan Afrika.

Baca Juga

Seperti kurma bermerek Date Crown dengan berat 250 gram yang merupakan produk UEA. Kurma ini dijual dengan harga Rp 32 ribu, namun didiskon menjadi Rp 24 ribu.

Selain itu, juga ada kurma dengan merk Hijra yang berasal dari Tunisia, Afrika Utara. Kurma merek ini dijual seharga Rp 75 ribu dengan berat 500 gram.

Salah satu pembeli, Wati (40) mengatakan tengah mencari kurma menjelang Ramadhan 2024. Meski begitu, warga Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman ini mengaku melakukan boikot atau menghindari untuk membeli kurma yang diproduksi oleh Israel.

Hal ini menyusul pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina dalam beberapa bulan terakhir. "Kalau beli harus tetap ngeliat dulu merek kurmanya biar enggak kebeli yang produksi Israel," kata Wati kepada Republika, Rabu (28/2/2024).

Sebelumnya diberitakan, umat Islam diimbau lebih waspada memilih kurma, Sebuah ajakan kuat dilakukan untuk menghindari pembelian kurma dari Israel sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina. Apalagi sebentar lagi Ramadhan tiba, di mana produk kurma biasanya laris-manis.

“Sebentar lagi Ramadhan, jangan sampai salah beli kurma,” ujar pendiri Halal Corner Aisha Maharani.

 Sebagai pengamat produk halal, Aisha menekankan pentingnya kesadaran konsumen terhadap asal-usul produk yang mereka beli, terutama dalam konteks dukungan terhadap Palestina. Dia mengatakan, kurma dari Israel diproduksi di wilayah-wilayah yang dianggap ilegal menurut hukum internasional, menggunakan sumber daya alam Palestina yang dicuri, serta tenaga kerja yang dipaksa dari penduduk Palestina.

Karena itu, menurut dia, menolak membeli kurma dari Israel bukan hanya masalah kepatuhan terhadap prinsip halal, tetapi juga bentuk solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina. “Sangat penting, sebagai bentuk solidaritas kita kepada Palestina,” ujarnya.

Ajakan ini menjadi semakin penting mengingat adanya risiko konsumen yang mungkin saja terkecoh oleh merek-merek kurma Israel.