Ramadhan Jadi Momentum Boikot, Industri Kurma Israel Ketar-Ketir

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas

Rabu 28 Feb 2024 09:45 WIB

Boikot kurma Israel/ilustrasi Foto: boycottzionism.wordpress.com Boikot kurma Israel/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri riil Israel mulai ketar-ketir karena aksi boikot menjelang Ramadhan di tengah konflik Gaza. Ramadhan menjadi momentum baru untuk melakukan boikot terhadap produk-produk Israel yang mayoritas diproduksi di wilayah penjajahan.

Aksi boikot tersebut dapat mengancam sekitar sepertiga produksi kurma Israel yang melakukan ekspor selama Ramadhan. Seruan boikot di bulan Ramadhan ini ini tidak hanya dimulai di Indonesia, tapi juga seluruh dunia, khususnya terhadap produk kurma.

Baca Juga

Berdasarkan pemberitaan Haaretz seperti dikutip dari Iran Front Page, Selasa (27/2/2024), kampanye iklan senilai 550 ribu untuk mempromosikan kurma Medjool Israel dihentikan sebagai tanggapan atas ketakutan boikot tersebut. Pengawasan terhadap produk-produk Israel di kalangan komunitas Muslim juga meningkat setelah pertumpahan darah di Gaza.

“Siapa pun yang mendekati rak tersebut dan melihat tulisan Buatan Israel dan akan berpikir dua kali,” kata seorang pengusaha yang memiliki hubungan dengan industri kurma kepada Haaretz.

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan kampanye Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) untuk memberikan tekanan ekonomi pada perusahaan-perusahaan Israel. Mengingat pentingnya buah tersebut selama Ramadhan, banyak umat Muslim mencoba memastikan kurma yang dikonsumsi tidak berasal dari Israel.

Israel merupakan salah satu produsen kurma terbesar di dunia, khususnya kurma Medjool yang populer. Kelompok pendukung BDS telah melakukan upaya bersama untuk memastikan bahwa konsumen dapat membuat pilihan yang tepat dan menghindari membeli kurma Israel.

"Ada organisasi yang memasuki supermarket di Eropa yang menjual kurma dengan merek kami dan menempelkan stiker di supermarket tersebut yang menyatakan bahwa pembelinya ‘berkontribusi terhadap genosida," kata salah satu produsen kurma Israel kepada Haaretz.

Kampanye Solidaritas Palestina mengatakan sebagian besar kurma Medjool Israel ditanam di pemukiman ilegal di Tepi Barat yang diduduki oleh pemukim Israel. Para pegiat yang memerangi pendudukan Israel secara teratur memperingatkan masyarakat bahwa mereka harus memeriksa label asal kurma sebelum membeli.

Dampak ekonomi terhadap Israel bisa jadi cukup signifikan. Pangsa pasar Medjool yang dimiliki Israel sebesar 50 persen menjadikannya salah satu yang terbesar berdasarkan volume di dunia.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian Israel, nilai ekspor kurma saja dari Israel mencapai 338 juta dolar AS pada 2022 dibandingkan dengan ekspor buah-buahan lainnya senilai 432 juta dolar AS. Dalam upaya untuk melawan kampanye boikot, produsen Israel bekerja sama dengan beberapa pembeli untuk mengubah label pada produk mereka dalam upaya untuk mengaburkan asal muasal kurma tersebut.

Ekspor kurma ke Turki juga tercatat anjlok 50 persen pada Oktober 2023. Padahal pasar tersebut menyumbang sekitar 10 persen dari seluruh ekspor kurma dari Israel.