Jadi Tren, Tradisi Kirim Hampers Ternyata Sudah Ada Sejak Zaman Feodal

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti

Rabu 19 Apr 2023 16:45 WIB

Hampers Lebaran (ilustrasi). Saling berkirim hampers menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia menjelang Lebaran. Foto: www.freepik.com Hampers Lebaran (ilustrasi). Saling berkirim hampers menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia menjelang Lebaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang Lebaran, banyak orang saling berkirim hampers atau bingkisan. Biasanya, bingkisan berupa barang atau makanan dikirimkan antarsahabat, keluarga, maupun rekan kerja. Sebagian karyawan pun ada yang mendapat bingkisan hari raya dari atasannya.

Sosiolog dari Universitas Nasional (Unas), Sigit Rochadi, mengatakan tradisi kirim hampers sudah ada sejak zaman feodal. Kala itu, para tuan tanah, bangsawan, atau golongan priayi memberikan bingkisan kepada para buruh tani dan orang-orang yang bekerja di sekitar istana.

Baca Juga

Orang-orang yang bekerja kepada tuan tanah atau bangsawan itu, saat pulang dari rumah bangsawan akan dibawakan makanan, berupa nasi dan lauk-pauk. Ada pula kebiasaan lain saat hari raya peringatan syukur kepada Dewi Sri atau dewi padi, hadiah diberikan kepada para petani penggarap sawah.

"Berlanjut ketika masyarakat pertanian berubah ke masyarakat industri, maka para industrialis atau pengusaha kemudian melanjutkan tradisi dengan memberikan bingkisan kepada para buruh dan pekerja," ujar Sigit saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (19/4/2023).

Pada 1980-an, kebiasaan baik itu bertransformasi menjadi kebijakan, yang terwujud dalam keputusan pemerintah. Negara menetapkan adanya gaji ke-13 dan ke-14 (yang kini beralih nama menjadi THR dengan ketentuan satu kali gaji). Hal itu diikuti para pengusaha yang memberikan bingkisan kepada kepada buruh.

Menurut Sigit, kebiasaan saling memberikan bingkisan saat hari raya kini sudah menjadi tradisi yang mendarah-daging di masyarakat. Tidak jarang orang-orang bertukar hadiah satu sama lain, baik itu cendera mata maupun bingkisan berupa makanan.

"Masyarakat kita di Indonesia ini dikenal sebagai masyarakat yang murah hati, yang gemar membantu. Karena merasa dibantu orang, kemudian ingin mengucapkan terima kasih," kata penulis buku berjudul Perilaku Kolektif dan Gerakan Sosial tersebut.

Sigit menyampaikan, hampers yang banyak diminati oleh penerimanya adalah sesuatu yang berarti dan memiliki makna khusus. Bingkisan itu tidak perlu sesuatu yang berharga mahal, tapi cukup benda sederhana yang disukai dan bermanfaat. Bisa juga berupa kiriman makanan favorit.

Saling berkirim bingkisan Lebaran disebut Sigit bisa memperkuat relasi. Apabila mereka yang berkirim hampers adalah sesama karyawan di satu kantor, itu akan meningkatkan hubungan kerja serta kerja tim. Pemberian itu pun dinilai Sigit dapat mempererat relasi pertemanan.

Dalam pandangan Sigit, lazimnya masyarakat Indonesia akan membalas bingkisan yang dikirimkan kepadanya. Sebab, masyarakat Indonesia maupun Melayu cenderung menganut konsep utang budi, berbeda dengan masyarakat lain seperti di Eropa.

"Ketika seseorang dapat perhatian dari orang lain, maka orang itu merasa perlu memberikan perhatian yang sama kepada orang yang memperhatikan tadi. Hubungan timbal balik atau resiprositas ini ada di masyarakat kita," kata Sigit.