Selasa 11 Apr 2023 16:30 WIB

Kasus Virus Marburg Meningkat, Akankah Jadi Pandemi Berikutnya?

Pakar dari AS mengecam WHO karena tidak proaktif terhadap temuan kasus Marburg.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Kelelawar buah yang terinfeksi menjadi salah satu penyebab penyebaran virus Nipah. Virus Marburg yang ditemukan di Guinea Khatulistiwa disebarkan oleh kelelawar buah Mesir.
Foto: EPA
Kelelawar buah yang terinfeksi menjadi salah satu penyebab penyebaran virus Nipah. Virus Marburg yang ditemukan di Guinea Khatulistiwa disebarkan oleh kelelawar buah Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) telah mengeluarkan peringatan agar para dokter di AS mengawasi perkembangan kasus virus Marburg. Penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus Marburg itu dilaporkan mulai mewabah di negara-negara Afrika, yakni Guinea Khatulistiwa (Quatorial Guinea) dan Tanzania.

"Saat ini, risiko MVD (penyakit virus Marburg) di Amerika Serikat masih rendah, namun para dokter harus mewaspadai potensi adanya kasus-kasus yang diimpor. Penting untuk menilai pasien secara sistematis untuk kemungkinan paparan MVD," kata CDC, seperti dilansir Fox News, Selasa (11/4/2023).

Baca Juga

Dokter spesialis penyakit dalam di NYU Langone, Marc Siegel, menjelaskan bahwa virus Marburg bukanlah virus baru. Virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1967, ketika wabah terjadi di laboratorium Marburg dan Frankfurt (keduanya di Jerman) dan di Serbia (sebelumnya di Beograd, Yugoslavia). Namun, dr Siegel mengatakan bahwa wabah yang lebih berkelanjutan terjadi di tempat yang dulunya sporadis.

"Ini adalah virus yang berasal dari kelelawar, virus ini sangat mirip dengan Ebola," ujar Dr Siegel saat tampil dalam acara Fox & Friends pada Senin.

CDC mencatat, virus Marburg yang ditemukan di Guinea Khatulistiwa memang disebarkan oleh kelelawar buah Mesir.

"Kami melihat wabah yang cukup besar di Tanzania, yang menurut saya tampaknya sudah bisa dikendalikan, karena sangat sedikit orang yang dikarantina saat ini. Namun di Guinea Khatulistiwa, ada masalah," kata dr Siegel.

Sementara itu, gejala-gejala Marburg termasuk mual, muntah, sakit tenggorokan, sakit dada, sakit perut dan diare. Kasus yang lebih parah dapat menyebabkan radang pankreas, penyakit kuning, mengigau, penurunan berat badan yang parah, syok, perdarahan, dan kegagalan organ.

Karena kemiripannya dengan virus Ebola, CDC merekomendasikan agar para dokter mengikuti protokol yang sama untuk pencegahan dan pengendalian infeksi ketika menangani kasus virus Marburg. Di sisi lain, dr Siegel menyatakan keprihatinannya lantaran otoritas negara di mana virus Marburg mewabah tidak membagikan rincian lengkapnya.

"Ini adalah masalah yang biasa terjadi, mereka tidak memberi tahu apapun. Mereka menyembunyikan kasus. Mungkin ada setidaknya 29 kematian," ujar Dr Siegel.

Dokter Siegel juga mengecam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena tidak bereaksi dengan tepat. Padahal menurut dia, WHO seharusnya proaktif dan "menjemput bola", dengan menyuplai vaksin ke Guinea Khatulistiwa dan Tanzania.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement