REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dilihat dari fungsinya yang dapat menghancurkan perasaan berkuasa milik nafsu, sekaligus memperkenalkan ubudiyahnya dan memperlihatkan kelemahannya, puasa Ramadhan memiliki sejumlah hikmah. Di antaranya, puasa Ramadhan dapat menjadi pukulan keras bagi nafsu manusia.
Ulama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi menjelaskan, nafsu ini cenderung tidak ingin mengenal Tuhannya. Bahkan, dia ingin merasa memiliki kekuasaan dengan sifat keangkuhan yang melampaui batas.
Meskipun mendapat siksa dan tekanan, benih dari perasaan berkuasa tersebut masih tetap ada. Menurut Nursi, benih itu baru bisa hancur dan tunduk di hadapan rasa lapar.
“Demikianlah, puasa Ramadhan yang penuh berkah menjadi pukulan keras yang langsung mematikan sifat keangkuhan nafsu manusia. Ia menghancurkan kekuatannya, memperlihatkan kelemahan dan kefakirannya, serta memperkenalkan ubudiyahnya,” kata Nursi dikutip dari bukunya yang berjudul Al-Maktubat terbitan Risalah Nur Press, halaman 667.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa, “Allah berkata kepada nafsu manusia, “Siapa Aku dan siapa engkau?” Nafsu manusia menjawab, “Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau.”
Baca juga: Yang Terjadi Terhadap Tentara Salib Saat Shalahuddin Taklukkan Yerusalem
Mendengar jawaban tersebut, Tuhan menyiksa dan melemparkannya ke dalam neraka jahannam. Lalu Dia kembali bertanya dan nafsu manusia tetap memberikan jawaban yang sama, “Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau.”
Meskipun mendapatkan berbagai siksa, nafsu tetap bertahan dengan keangkuhan dan ke-aku-annya. Lalu Allah menyiksanya dengan rasa lapar. Yakni Dia membiarkannya berada dalam kondisi lapar. Kemudian Dia bertanya, “Siapa Aku dan siapa engkau?”
Nafsu manusia akhirnya menjawab, “Engkau adalah Tuhanku Yang Mahapenyayang, sementara aku adalah hamba-Mu yang lemah.”