Puasa, Terapi Ampuh Obati Ketidaksabaran

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah

Kamis 06 Apr 2023 04:00 WIB

Raja Belanda Willem-Alexander (Kanan)  menghadiri pertemuan buka puasa di pusat komunitas di Rijswijk, Belanda, Senin (3/4/2023). Iftar adalah makanan yang disantap oleh umat Islam segera setelah matahari terbenam selama bulan puasa Ramadhan untuk berbuka puasa. Puasa, Terapi Ampuh Obati Ketidaksabaran Foto: EPA-EFE/PATRICK VAN KATWIJK Raja Belanda Willem-Alexander (Kanan) menghadiri pertemuan buka puasa di pusat komunitas di Rijswijk, Belanda, Senin (3/4/2023). Iftar adalah makanan yang disantap oleh umat Islam segera setelah matahari terbenam selama bulan puasa Ramadhan untuk berbuka puasa. Puasa, Terapi Ampuh Obati Ketidaksabaran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada umumnya kebanyakan orang akan diuji dengan rasa lapar. Karena itu, mereka membutuhkan latihan, yaitu dengan cara lapar. Ini akan melatih manusia untuk bisa bersabar dan bertahan.

Dalam bukunya yang berjudul Al-Maktubat terbitan Risalah Nur Press, Badiuzzaman Said Nursi menjelaskan, puasa Ramadhan merupakan bentuk latihan, pembiasaan, dan kesabaran menahan lapar sepanjang 15 jam atau 24 jam bagi yang tidak bersahur.

Baca Juga

“Jadi, puasa merupakan terapi ampuh untuk mengobati ketidaksabaran dan ketidaktangguhan manusia yang melipatgandakan berbagai musibah yang menimpanya,” kata ulama asal Turki ini.

Di samping itu, menurut dia, perut berposisi seperti pabrik yang memiliki banyak pekerja dan pelayan. Dalam diri manusia terdapat sejumlah perangkat yang memiliki hubungan dengannya.

Jika nafsu tidak diistirahatkan sejenak di waktu siang selama satu bulan tertentu, ia akan membuat para pekerja dan pelayan tadi lupa terhadap ibadah mereka, membuat mereka sibuk dengan ke inginannya, serta menjadikan mereka berada di bawah kendali nya.

Hal ini tentu akan membingungkan perangkat dan indera di atas serta mengacaukannya disebabkan oleh suara bising pabrik dan asapnya yang tebal. Semua pandangan akan tertuju padanya sehingga lupa kepada tugas mulia yang ada.

Karena itu, menurut Nursi, banyak para wali yang saleh biasa melatih diri untuk makan dan minum sedikit guna naik ke tangga kesempurnaan. “Nah, dengan datangnya bulan Ramadhan, para pekerja itu sadar kalau mereka tidak dicipta untuk pabrik semata,” jelas Nursi.

Namun, perangkat dan indera itu juga bisa merasakan sejumlah kenikmatan maknawi di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Mereka mengarahkan perhatian padanya sebagai ganti dari permainan yang terdapat di pabrik tadi. Karena itu, pada bulan Ramadhan kaum mukmin meraih berbagai cahaya, limpahan karunia, serta kenikmatan maknawi sesuai dengan tingkat dan derajatnya.

Nursi menambahkan, pada bulan yang penuh berkah tersebut terdapat banyak peningkatan dan limpahan karunia bagi kalbu, ruh, akal, jiwa, serta berbagai perangkat halus manusia lainnya melalui puasa. Meskipun perut menangis dan merintih, semua perangkat halus manusia tersenyum lepas.