REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi sebagian masyarakat Indonesia, minum kopi sudah menjadi kebiasaan. Selain rasanya yang enak, kopi juga sering kali diandalkan untuk membuat tubuh tetap segar dan berenergi. Apalagi bagi para pencinta kopi, sehari tanpa minum kopi pasti rasanya tidak bergairah dan terasa berat.
Namun pada bulan Ramadhan, umat Islam yang "kecanduan" kopi pasti perlu melakukan penyesuaian karena tidak lagi bisa minum kopi saat sarapan atau makan siang. Lantas bagaimana siasat untuk menikmati kopi selama bulan puasa?
Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia, Prof Hardinsyah, mengatakan bahwa selama bulan puasa para coffe addict atau pencinta kopi masih bisa menikmati kopi seperti biasanya. Hanya saja, jumlah yang dikonsumsi sebaiknya dikurangi.
“Kalau hari biasa itu batas aman konsumsi kafein empat sampai lima cangkir, sementara kalau bulan Ramadhan kurangi saja jadi dua gelas,” kata Guru Besar Ilmu Gizi di IPB University tersebut saat dihubungi Republika.co.id, Senin (6/3/2023).
Adapun untuk waktu meminum kopi bisa dilakukan ketika jam makan malam, setelah berbuka puasa. Namun, Prof Hardinsyah menyarankan untuk tidak minum kopi sebagai minuman pembuka puasa,
“Makanan pembuka setelah puasa itu harus yang ringan dulu, bisa dengan buah-buahan yang manis, jangan langsung kopi,” kata dia.
Bagi para pencinta kopi yang punya berat badannya berlebih, Prof Hardinsyah menyarankan untuk mengonsumsi kopi hitam tanpa gula atau creamer. Sementara itu, bagi yang memiliki masalah dengan asam lambung, dia menyarankan untuk tidak mengonsumsi kopi yang memiliki tingkat keasaman tinggi.
Di sisi lain, dia juga mengingatkan para pencinta kopi untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi selama berpuasa dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, minum air putih delapan sampai 10 gelas, serta makan sayur dan buah. Pasalnya, jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi selama bulan puasa, maka berisiko menimbulkan masalah kesehatan tertentu.
“Sudah jelas bahwa perilaku hidup yang tidak sehat itu akan membuat tubuh juga tidak sehat. Tapi kalau ditanya dampak kesehatan secara spesifik, itu akan berbeda setiap orangnya, tergantung apakah dia punya komorbid (penyakit penyerta) atau tidak,” kata dia.