REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Niat merupakan suatu hal yang krusial dalam melaksanakan hal apapun. Terlebih hal itu adalah ibadah. Niat menjadi sangat penting dalam membedakan antara adat kebiasaan dengan ibadah.
Annisa Nurul Hasanah dalam buku Panduan Ibadah Ramadhan memberikan contoh, misalnya menahan makan dan minum menurut adatnya biasa disebut diet. Namun ketika sudah diniati, maka ia akan bernilai ibadah, yakni puasa.
Niat untuk puasa fardhu harus dilakukan di malam hari mulai dari tenggelamnya matahari sampai sebelum terbitnya fajar. Hal ini sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW, "Man lam yubayyit as-shiyama qoblal-fajri fala shiyama lahu,". Yang artinya, "Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak ada puasa baginya,". (HR Abu Daud, At Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dalam hadits tersebut, sangat jelas orang yang tidak niat puasa fardhu di malam harinya, maka puasanya tidak sah. Namun, bagaimana jika ada seseorang yang lupa niat di malam harinya, tetapi dia makan sahur? Apakah dengan makan sahur tersebut sudah mewakili niatnya yang tak terbersitkan di dalam hari?
Al Alim al Allamah Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari yang merupakan murid imam ahli fikih yakni Ibnu Hajar Al Haitami di dalam kitab Fathul Mu’in-nya telah membahas permasalahan ini. Beliau mengatakan makan sahur tidak cukup sebagai pengganti niat.
Hal itu terlepas dari ia makan sahur yang bermaksud agar kuat melaksanakan puasa dan mencegah dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Khawatir akan terbitnya fajar juga tidak mencukupi sebagai pengganti niat selama tidak terbersit (di dalam hatinya) niat puasa dengan sifat-sifat yang wajib disinggung di dalam niat.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka sangat jelas makan sahur belum mewakili niat puasa yang harus diniatkan oleh orang yang akan berpuasa. Sehingga, puasa yang dilakukan oleh orang yang lupa niat puasa di malam harinya tidak sah, dan harus diqadha di hari lain jika ia berpuasa di bulan Ramadhan.
Dan meskipun puasanya tidak sah, bukan berarti ia boleh makan dan minum sepuasnya atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa selama satu hari itu. Namun, ia tetap harus menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa selama satu hari itu untuk menghormati waktu yang banyak orang melaksanakan puasa di dalamnya, meskipun puasanya tidak dianggap tetapi ia tetap mendapatkan pahala. Hal ini sebagaimana keterangan yang dijelaskan juga di dalam kitab Fathul Mu’in.
Yang terakhir, puasanya orang yang tidak niat di malam hari tidaklah sah. Meskipun di malam harinya ia sudah makan sahur. Dan ia tetap harus menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, walaupun ia tidak dianggap melaksanakan puasa.
Adapun solusi agar tidak lupa niat puasa fardhu di malam hari, maka biasanya imam masjid akan menuntun jamaahnya setelah sholat tarawih untuk mengucapkan niat bersama-sama. Meskipun masing-masing jamaah harus meniatkan kembali di dalam hatinya, karena niat itu di dalam hati, sedangkan yang dilafalkan hanya sunnah saja.