REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti Astronomi dari Imah Noong Lembang, Hendro Setyanto, menyatakan terlihat tidaknya hilal bulan Ramadhan tidak bisa dipastikan. Salah satu faktor pentingnya ialah cuaca.
Dia mengatakan, memang ada banyak lokasi titik pemantauan rukyat hilal di banyak wilayah. Jumlahnya bahkan bisa lebih dari 127 titik yang tersebar di berbagai daerah. Namun, soal terlihat tidaknya hilal, itu tidak bisa dipastikan.
"Tergantung cuaca besok. Kalau cuaca mendung, matahari tidak terlihat, purnama pun tidak terlihat. Jadi tidak bisa dipastikan. Makanya muncul konsep Imkan Rukyat, yang berarti kemungkinan terlihat. Hanya bagaimana memberlakukan Imkan Rukyat ini belum ada keputusannya (berdasarkan sidang itsbat Kementerian Agama)," kata dia kepada Republika, Selasa (21/3/2023).
Persoalannya kemudian, yaitu jika hilal tidak terlihat maka apakah akan dilakukan istikmal (penggenapan bilangan bulan menjadi 30 hari). Hendro menjelaskan, pemerintah melalui Kementerian Agama, Nadhlatul Ulama (NU), dan sebagian besar ormas Islam, telah menyepakati kriteria Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).
Dalam kriteria tersebut, tinggi bulan yakni 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Kemenag RI menggunakan kriteria yang didasarkan pada elongasi geosentrik itu. Artinya, puasa 1 Ramadhan 1444 H ditetapkan jika kriteria MABIMS itu sudah terpenuhi.
NU menyebut kriteria tersebut dengan IRNU, singkatan Imkan Rukyat NU. Namun NU juga telah menetapkan kriteria batas atasnya, yaitu elongasi 9,99 derajat tanpa ada tinggi, yang disebut dengan Qath'iy Rukyah Nahdlatul Ulama (QRNU). Jika sudah memenuhi batas atas elongasi tersebut, terang Hendro, maka NU bisa menafikan istikmal.
"QRNU hanya satu kriterianya, elongasi 9,99 derajat. Tidak pakai tinggi, karena secara statistik, kalau elongasi sudah mencapai 9,99 derajat, ketinggian minimal yang memungkinkan itu hampir 4 derajat," kata astronom NU itu.
Hendro menilai, secara kriteria, seluruh wilayah Indonesia sudah masuk kriteria Imkan Rukyat pada Rabu 22 Maret 2023 besok saat dilakukan rukyat. "Praktis, meski tidak terlihat hilalnya, kemungkinan tetap akan puasa pada Kamis 23 Maret 2023, dan insya Allah seluruh Indonesia akan sama (waktu mulai puasanya) dari sisi kriteria yang ada," tuturnya.