Apa Itu Metode Hisab dan Rukyat dalam Penentuan Ramadhan?

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil

Senin 20 Mar 2023 14:00 WIB

Apa Itu Metode Hisab dan Rukyat dalam Penentuan Ramadhan? Foto:   Tim rukyatul hilal dari Nahdlatul Ulama (NU) Kota Surabaya mengamati posisi bulan (hilal) di atas Masjid Al-Mabrur, Nambangan, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (1/5/2022). Dalam pengamatan tersebut tim gagal melihat bulan yang menandai awal Bulan Syawal 1443 Hijriyah atau Hari Raya Idul Fitri karena langit tertutup awan. Foto: ANTARA/Moch Asim/nz Apa Itu Metode Hisab dan Rukyat dalam Penentuan Ramadhan? Foto: Tim rukyatul hilal dari Nahdlatul Ulama (NU) Kota Surabaya mengamati posisi bulan (hilal) di atas Masjid Al-Mabrur, Nambangan, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (1/5/2022). Dalam pengamatan tersebut tim gagal melihat bulan yang menandai awal Bulan Syawal 1443 Hijriyah atau Hari Raya Idul Fitri karena langit tertutup awan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Penentuan masuknya bulan Ramadhan dapat dilakukan dengan dua cara. Yakni dengan metode hisab atau perhitungan hilal secara matematis dan astronomis dan yang kedua dengan cara rukyat hilal yaitu aktivitas mengamati visibilitas hilal.

Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam kitab Minhajul Muslim menjelaskan bahwa cara hisab bisa dilakukan dengan menggenapkan bilangan bulan sebelumnya yaitu Syaban. Jika bulan Syaban telah sempurna selama 30 hari. Maka hari ke-31 adalah hari pertama bulan Ramadhan secara pasti.

Baca Juga

Sedangkan dengan metode rukyat, jika hilal terlihat pada malam ke-30 dari bulan Syaban, maka hitungan telah masuk pada bulan Ramadhan dan puasa pada saat itu telah wajib dilaksanakan. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-baqarah ayat 185, “Faman syahida minkumussyahra falyasumhu,”. Yang artinya, “Karena itu, barang siapa di antara kalian menyaksikan bulan tersebut, maka hendakah ia berpuasa pada bulan itu,”.

Adapun kepastian mengenai telah terlihatnya hilal cukup dengan kesaksian satu orang atau dua orang yang adil. Sebab Rasulullah SAW membolehkan kesaksian satu orang atas terlihatnya hilal bulan Ramadhan.

Sedangkan rukyat hilal untuk bulan Syawal untuk mengakhiri puasa tidak dapat ditetapkan kecuali dengan kesaksian dua orang yang adil. Sebab Rasulullah SAW tidak membolehkan kesaksian satu orang melalui rukyat hilal untuk menentukan bulan Syawal.

Dijelaskan pula bahwa jika seseorang telah melihat hilal Ramadhan maka ia wajib berpuasa meskipun kesaksiannya tidak diterima. Tetapi, orang yang melihat hilal Syawal dan kesaksiannya tidak diterima, maka dia tidak boleh mengakhiri puasanya.

Hal ini sebagaimana sabda Nabi, “As-shaumu yauma tashumuna wal-fithru yauma tufthiruna wal-adhaa yauma tudhahuna,”. Yang artinya, “Puasa ialah hari pada saat kalian berpuasa, Al-Fithr (Idul Fitri) adalah hari pada saat kalian berbuka, dan Al-Adha (Idul Adha) adalah hari pada saat kalian berkurban,”.

Adapun jika dilihat dari segi bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yang artinya melihat, mengamati, memperhatikan, dan mengobservasi. Upaya rukyat selain menggunakan mata telanjang dalam melihat hilal, juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat teropong (teleskop).

Dalam buku Top 10 Masalah Islam Kontemporer karya Tohir Bawazir dijelaskan, metode rukyat dalam praktiknya dapat menghasilkan keputusan seperti istikmal (menggenapkan hitungan bulan menjadi 30 hari). Yakni apabila dalam pengamatan rukyat hilalnya tidak terlihat oleh mata di tanggal 29 sore harinya, maka keputusan istikmal dapat dilakukan.

Rasulullah SAW bersabda: “Shumuu liru’yatihi fa-in ghubiya alaikum fa-akmiluu iddata sya’baana tsalaatsina,”. Yang artinya: “Berpuasalah kamu semua dengan melihat hilal (Ramadhan) dan berbukalah kamu smua dengan melihat hilal (Syawal). Bila hilal tertutup atasmu, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari,”.

Dijelaskan bahwa istikmal adalah langkah kehati-hatian yang harus diambil ketika hilal tidak sama sekali terlihat. Entah karena faktor mendungnya cuaca, maupun faktor lainnya. Sebab untuk memasuki bulan baru harus ada keyakinan dan kepastian berdasarkan bukti empirik Islam.

Jika ilmu yang memperoleh kepastian belum dimiliki,maka bulan yang bersangkutan digenapkan menjadi 30 hari. Pada penetapan 1 Ramadhan 1444 Hijriyah yang jatuh pada hari Kamis 23 Maret 2023, biasanya Pemerintah Indonesia bersama ulama menggunakan metode rukyat dengan praktiknya menggunakan istikmal.

photo
Infografis Lima Sektor Pemondokan Jamaah Haji di Makkah - (Dok Republika)

 

Terpopuler