Hukum, Waktu, dan Jumlah Rakaat Sholat Tarawih

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil

Ahad 19 Mar 2023 10:15 WIB

 Hukum, Waktu, dan Jumlah Rakaat Sholat Tarawih. Foto:  Sholat tarawih di masjid Uni Emirat Arab. Ilustrasi. Foto: Khaleej Times Hukum, Waktu, dan Jumlah Rakaat Sholat Tarawih. Foto: Sholat tarawih di masjid Uni Emirat Arab. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sholat tarawih disunahkan khusus pada bulan Ramadhan. Pelaksanaannya disunahkan secara berjamaah, tapi sah juga dilakukan sendiri-sendiri. Lantas berapakah jumlah rakaat sholat tarawih itu?

bnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan bahwa hukum sholat tarawih adalah sunnah menurut ulama. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Man qoma Ramadhana imanan wahtisaban ghufiro lahu maa taqoddama min dzanbih,”.

Baca Juga

Yang artinya, “Barang siapa yang sholat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap keridhaan Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu,”.

Imam Syafii dalam Fikih Manhaji menjelaskan, jumlah rakaat sholat tarawih adalah 20 setiap malam. Tiap dua rakaat satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaannya adalah setelah sholat Isya dan sebelum sholat Subuh. Sholat ini juga dilakukan sebelum sholat witir.

Apabila dilakukan empat rakaat dengan satu salam, sholat ini tidak sah karena bertentangan dengan cara yang disyariatkan. Di samping itu, perlu pula memasang niat khusus: sholat tarawih dua rakaat atau sholat qiyam Ramadhan. Maka tidak sah degan niat sholat sunnah mutlak.

Imam Syafii menjelaskan bahwa dasar syariat sholat tarawih adalah hadits riwayat Bukhari dan Muslim dan perawi lain. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang mendirikan Ramadhan dengan keimanan dan ikhlas karena Allah pasti diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,”.

Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan dari Sayyidah Aisyah bahwa pada suatu malam Nabi Muhammad SAW berada di masjid dan melaksanakan shalat, yang diikuti oleh sekelompok orang. Pada malam berikutnya, beliau juga shalat hingga orang-orang semakin ramai.

Kemudian pada malam ketiga (atau keempat), Nabi tidak lagi menemui mereka. Pada subuh harinya, beliau bersabda, ‘Aku sudah melihat apa yang kalian lakukan. Satu hal yang membuat aku tidak keluar adalah kekhawatiranku akan diwajibkannya shalat tersebut terhadap kalian,’. Yakni di bulan Ramadhan,”.

Imam Bukhari menyampaikan riwayat dari Abdurrahman bin Abdul Qari yang berujar, “Pada suatu malam di bulan Ramadhan aku berangkat bersama Umar menuju masjid. Ternyata, jamaah masjid berpencar-pencar. Ada yang sholat sendiri dan ada pula yang shalatnya diikuti oleh sekelompok jamaah.

Umar lalu berujar, ‘Menurutku, kalau mereka aku kumpulkan dengan satu imam tentu akan lebih bagus,’. Umar lalu bertekad melakukan itu dan mengumpulkan para jamaah. Umar meminta Ubay bin Ka'ab mengimani mereka. Pada malam yang lain, aku kembali ikut bersama Umar.

Orang-orang yang sudah bermakmum pada satu imam. Umar lalu bertutur, ‘Ini bid'ah yang paling baik. Sholat yang mereka tinggalkan lebih baik dari sholat yang mereka kerjakan di penghujung malam,’. Waktu itu orang-orang melaksanakan sholat di awal malam,”.

Dengan mengatakan “ini bid'ah yang paling baik”, Sayyidina Umar bermaksud menganggap perbuatan ini perbuatan baik. Bid'ah adalah sesuatu yang baru, belum ada contohnya. Dianggap baik jika sesuai dengan syara dan berada dalam rangkaian perbuatan yang baik.

Sedangkan jika menyelisihi syara dan berada dalam rangkaian perbuatan yang dianggap tidak baik, bid'ah ini tercela. Jika sesuai syariat dan tidak termasuk dalam rangkaian perbuatan jahat, maka bid'ah ini hukumnya mubah.

Imam Baihaqi dan perawi lain juga menyebutkan riwayat yang sanadnya shahih bahwa pada masa Sayyidina Umar bin Khattab, para sahabat mengerjakan shalat malam sebanyak 20 rakaat pada bulan Ramadhan.

Imam Malik juga meriwayatkan daam Al Muwatha bahwa pada masa Sayyidina Umar, para sahabat sholat di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat. Imam Baihaqi pun memahami bahwa kedua riwayat tersebut bahwa yang tiga rakaatnya termasuk witir.