REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH — Pemerintah Arab Saudi telah merilis serangkaian aturan baru selama bulan suci Ramadhan 1444 H.
Aturan baru ini dianggap cukup kontroversial karena di dalamnya mencakup pembatasan volume pengeras suara, mengawasi jamaah, hingga larangan penyiaran sholat di dalam masjid.
Dilansir dari Middle East Monitor pada Selasa (14/3/2023) aturan yang dirilis oleh Menteri Urusan Islam, Abdul Latif Al-Sheikh, dan diedarkan pada Jumat (10/3/2023) lalu itu terdapat 10 poin.
Aturan tersebut harus dipatuhi seluruh penduduk yang berada dan tinggal dalam Kerajaan.
Di antara perintah-perintah ini adalah bahwa imam dan muadzin tidak absen kecuali untuk kebutuhan mendesak.
Kemudian, sholat Tarawih tidak diperpanjang, dan menyelesaikan sholat tahajud di sepuluh hari terakhir Ramadhan, sebelum adzan subuh.
“Aturan ini juga mencakup larangan menggunakan kamera dalam masjid untuk memotret imam dan jamaah selama pelaksanaan sholat, dan tidak mentransmisikan sholat atau menyiarkannya di media apapun,” tulis Middle East Monitor mengutip aturan baru itu.
Itikaaf pun menjadi tanggung jawab imam masjid sehingga untuk melakukan itikaf di 10 hari terakhir Ramadhan, harus memperoleh izin imam dan imam mengetahui data mereka.
Kementerian juga melarang masjid mengumpulkan sumbangan uang untuk makanan berbuka puasa. Makanan buka puasa telah disiapkan di area yang ditentukan di halaman masjid dan bukan di dalam masjid, dan dilakukan di bawah tanggung jawab imam dan muadzin.
Keputusan kontroversial lainnya yang diumumkan Kementerian adalah pembatasan jumlah dan volume pengeras suara yang mengumandangkan Adzan. Serta larangan orang tua membawa anak-anak ke masjid untuk sholat.
Pembatasan tersebut telah memicu kemarahan dan reaksi dari banyak Muslim di seluruh dunia, dengan kritikus melihat aturan tersebut sebagai upaya lebih lanjut oleh pemerintah Arab Saudi, di bawah Putra Mahkota Mohammed bin Salman, untuk membatasi pengaruh Islam dalam kehidupan publik melalui penggunaan pembatasan yang telah lama dipraktikkan oleh orang-orang seperti mantan diktator Tunisia, Zine El Abidine Ben Ali dan bekas Uni Soviet.
Baca juga: Arab Saudi-Iran Sepakat Damai Diprakarsai China, Ini Reaksi Amerika Hingga Negara Arab
Sementara itu, seperti yang ditunjukkan oleh para kritikus, pemerintah Arab Saudi semakin mempromosikan konser musik dan mengundang seniman Barat populer dan tokoh budaya cabul dalam upaya untuk menarik penonton internasional dan membuka masyarakat Kerajaan
Juru bicara Kementerian, Abdullah Al-Enezi, menepis kekhawatiran tersebut dalam wawancara telepon dengan saluran Al-Saudiya, yang menyatakan bahwa "Kementerian tidak mencegah berbuka puasa di masjid tetapi, lebih tepatnya, mengaturnya, sehingga ada orang yang bertanggung jawab yang mengambil izin darinya, dan akan memiliki fasilitas dalam kerangka menjaga kesucian dan kebersihan masjid dan tidak mengumpulkan sumbangan selain yang resmi."
“Larangan merekam dan menyiarkan sholat, bertujuan untuk melindungi platform dari eksploitasi, bukan karena ketidakpercayaan terhadap imam, pengkhutbah atau dosen melainkan untuk menghindari kesalahan apapun, terutama jika itu tidak diinginkan,” jelas Al-Enezi.
Sumber: middleeastmonitor