REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat mulai melakukan pemetaan terhadap kawasan rawan perang kembang api selama Ramadhan 1444 Hijriyah. Pemetaan tersebut untuk antisipasi potensi timbulnya bencana hingga konflik antarkampung.
"Potensi perang kembang api ini perlu kita petakan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Mataram Irwan Rahadi, Kamis (9/3/2023).
Pernyataan itu disampaikan menyikapi potensi bencana, seperti kebakaran dan konflik antarkampung yang ditimbulkan akibat perang kembang api yang selalu terjadi setiap tahun pada beberapa wilayah di Kota Mataram.
Menurutnya, dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya beberapa wilayah yang berpotensi terjadi perang kembang api ada di Kelurahan Monjok, Dasan Agung, dan Jalan Udayana.
"Titik-titik rawan itu, pengawasan akan kita perketat. Selain patroli, juga kita lakukan pengawasan pada jam-jam tertentu," katanya.
Bahkan, lanjutnya, Satpol PP Kota Mataram sudah membuat kerja sama dengan aparat TNI/Polri untuk membagi tugas pada jam-jam rawan perang kembang api, terutama saat akhir pekan.
"Jam-jam rawan biasanya jelang maghrib atau waktu berbuka puasa, saat pelaksanaan shalat tarawih, dan setelah sholat subuh," katanya.
Di sisi lain, untuk antisipasi penjualan kembang api secara bebas akan dilakukan razia ke sejumlah pedagang yang terindikasi tidak mengantongi izin edar penjualan. Distributor dan pedagang eceran yang tidak mengantongi izin akan ditertibkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum).
"Ingat izin penjualan kembang api dikeluarkan dengan catatan ukuran, variasi, dan untuk apa. Kalau untuk perayaan sudah ditentukan tidak masalah, tapi yang jadi masalah jika disalahgunakan untuk mengganggu ketertiban umum," katanya.