REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di sepuluh hari terakhir Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk beri'tikaf di masjid. Namun, mereka yang beri'tikaf harus memenuhi syarat dan rukunnya.
Saiyid Mahadhir dalam buku Bekal Ramadhan dan Idul Fitri Jilid 5 menjelaskan syarat dan rukun i'tikaf. Tentang syarat i'tikaf, para ulama fiqih menyebutkan tiga syarat khusus, yakni Islam, berakal, dan suci dari hadats besar.
Dasarnya adalah orang yang berhadats besar terlarang berada di dalam masjid, firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُواْ الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّى
تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُواْ
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu sholat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub terkecuali sekedar berlalu saja hingga kamu mandi. (An-Nisa' ayat 43)
Dan khusus untuk perempuan haidh serta nifas juga tidak diperbolehkan untuk beri'tikaf. Rasulullah SAW bersabda:
لا أُجل الْمَسْجِدَ خَائِضَ وَلَا جُنبِ
Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang haidh dan junub." (HR. Abu Daud)
Menurut mayoritas ulama seperti yang dijelaskan oleh Imam An-Nawawi bahwa itikaf tidak wajib berpuasa, walaupun memang akan lebih afdhal berpuasa karena dilaksanakan di bulan puasa, jikapun i'tikaf dilaksanakan diluar bulan Ramadhan tanpa ada puasa sama sekali maka hukumnya tetap sah, sebagaimana sah i'tikaf dimalam hari, atau bahkan juga sah i'tikaf dilakukan di hari-hari yang justru haram berpuasa, misalnya i'tikaf pada dua hari raya atau pada hari tasyriq.
Imam An-Nawawi menuliskan;
قد ذكرنا أن مَذهَبَنَا أَنَّهُ مُسْتَحَب وَلَيْن شرطًا لصحة الاعْتِكَافِ عَلَى الصَّحِيح عِنْدَنَا وَبِهَذَا قَالَ الْحَسَنُ البصري وأبو نور وداود وابن المنذر وهو أضح الرَّوَايَتَيْنِ عَنْ أَحْمَدَ
Sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa madzhab kami (As-Syafi'i) menilai bahwa puasa untuk i'tikaf hukumnya mustahab (sunnah) bukan syarat untuk sahnya itikaf, dan ini pendapat Hasan Al-Boshri, Abu Tsaur, Daud, Ibnu Al- Mundzir, dan juga riwayat paling shahih dari Imam Ahmad". Dasarnya seperti penjelasan Aisyah ra:
أن النبي صلى الله عليه وسلَّمَ اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الْأُولَ مِنْ شَوَّالٍ
Bahwa nabi Muhammad pernah beri'tikaf dibulan Syawal (HR. Muslim)
1. Niat
Seperti ibadah-ibadah lainnya, maka menurut mayoritas ulama salah satu rukun terpenting dari i'tikaf adalah niat. Sehingga dengan niat inilah ada pembeda antara mereka yang beri'tikaf atau bukan. Rasulullah SAW bersabda:
إنما الأعمال بِالبَيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَى
"Sungguh setiap pekerjaan itu bergantung dengan niat dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan" (HR. Muslim)
2. Berdiam diri di masjid
Inilah intinya i'tikaf sebagaimana definisi i'tikaf, yaitu berdiam diri atau mengurung diri di masjid guna mendekatkan diri kepada Allah swt, tentunya berdiam diri yang dimaksud tempatnya di masjid, bukan ditempat lain.
Selama berdiam diri di masjid ini hendaknya mu'takifin (orang-orang yang beri'tikaf) memaksimalkan rangkain ibadah seperti shalat wajib, shalat shalat sunnah, berzikir, membaca Alquran dan tidak hanya memperbanyak tidur, atau ngobrol kesana kemari, atau sibuk dengan gawainya.