Jumat 14 Oct 2022 14:12 WIB

Kompetisi Sains Madrasah Ditutup, Banyak Temuan Ilmiah

Ratusan siswa madrasah mengikuti Kompetisi Sains Madrasah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Kompetisi Sains Madrasah Ditutup, Banyak Temuan Ilmiah. Foto: Kompetisi Sains Madrasah (ilustrasi)
Foto: antara
Kompetisi Sains Madrasah Ditutup, Banyak Temuan Ilmiah. Foto: Kompetisi Sains Madrasah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kompetisi Sains Madrasah (KSM) dan Madrasah Young Researcher Supercamp (MYRES) 2022 ditutup di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur pada Kamis (13/10/2022) pukul 20.00 WIB. Seremoni penutupan dilakukan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Sekjen Kemenag), Nizar Ali.

Dalam pidatonya, Nizar mengatakan, bangga di tengah bangsa ini lahir generasi muda yang handal dalam sains sekaligus berkarakter agamis. Jadilah cendekiawan yang santun dan dapat menjadi panutan. Di dunia ini kalian harus bisa membawa kedamaian, bukan kegalauan.

Baca Juga

"Berharap gelaran ini dapat memberikan pengalaman yang berharga dan bermanfaat untuk kemajuan madrasah secara umum dan untuk pengembangan diri siswa-siswi madrasah menjadi lebih baik di masa mendatang. Generasi muda di masa kini, harus pintar, cepat tanggap, gesit, dan sat set," kata Nizar di Asrama Haji Pondok Gede, Kamis (13/10/2022) malam.

Ia mengatakan, ada sebanyak 165 medali, di antaranya 33 medali emas, 55 medali perak, dan 77 medali perunggu berhasil diboyong oleh masing-masing pemenang di tingkat MI, MTs dan MA. Medali emas di antaranya diboyong oleh Muhammad Rizqi Nugraha, siswa MAN 2 Kota Serang, yang menjuarai Matematika Terintegrasi pada kelompok SLTA. Untuk kelompok MTs, di antara yang memboyong medali emas adalah Muhamad Dhiya' Ulhaq, siswa MAN 2 Kota Kediri yang menjuarai Biologi Terintegrasi.

Untuk kelompok sekolah dasar, semua medali emas disabet oleh siswa SD, tidak satupun yang jatuh tangan siswa MI. Masing-masing adalah Akira Rylan Wardhana, siswa SD Hj Isriati Baiturrahman 2, Jawa Tengah, Bahraini Ilmi Wulandari dari SD Unggulan Putra Kaili Permata Bangsa Sulawesi Tengah, dan Faiq Nururrahman Hutrindo dari SDIT At-Taufiq, Jawa Barat.

Gelaran KSM yang ke-11 ini diikuti 374 siswa, yang merupakan perasan dari 135.129 pendaftar. Namun para pendaftar ini berguguran di KSM tingkat provinsi, kabupaten, atau tumbang saat seleksi.

Perinciannya, untuk tingkat MI diikuti oleh 68 siswa dengan 2 bidang lomba, yaitu Matematika dan Sains IPA. Sementara untuk tingkat MTs diikuti oleh 102 siswa dengan 3 bidang lomba, yaitu Matematika, IPA, dan IPS. Sedangkan untuk tingkat MA diikuti oleh 204 peserta, dengan enam mata pelajaran yang dilombakan, yaitu: Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Ekonomi, dan Geografi.  

Kompetisi Sains Madrasah (KSM) adalah olimpiade sains versi Kemenag, yang pelaksanaan tesnya menggunakan Computerized-Based Test dan soalnya memakai pendekatan integrasi sains dan ilmu keislaman. Sebagaimana Olimpiade Sains Nasional (OSN) boleh diikuti siswa madrasah, KSM juga boleh diikuti siswa sekolah umum.

Pada saat yang sama digelar pula Madrasah Young Researcher Super Camp (MYRES), sebuah ajang kompetisi penelitian dan penulisan karya ilmiah berbasis riset. Tahun ini panitia MYRES menerima 9.220 proposal penelitian, kemudian diperas menjadi 156 proposal terbaik dalam tiga bidang penelitian. Yaitu bidang sains dan teknologi, sosial dan humaniora, serta keagamaan.

Temuan Ilmiah Menunggu Dikembangkan

Nizar mengatakan, sebanyak 156 tim yang mengajukan proposal itu kemudian dibekali workshop selama empat hari dengan menghadirkan para narasumber dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Universitas Islam Negeri (UIN). Selanjutnya dilakukan pendampingan selama satu bulan ketika dalam proses penelitian. Para juri kemudian menetapkan 36 proposal terbaik, yang masuk ke ajang grand final dan hasilnya dipamerkan di expo.

"Salah satu pemenang MYRES 2022 adalah Tim Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Kediri, yang menemukan alat pendeteksi komplikasi diabetes. Tim yang beranggotakan Bayu Cahyo Bintoro dan Intan Asmi Sahari, keduanya kelas 11, mempresentasikan hasil risetnya dengan judul Pendeteksi Kadar C- Reaktif Protein (CRP) Saliva pada Pasien DMT 2 dalam Penentuan Derajat Komplikatif berbasis Machine Learning," jelas Nizar.

Ia menerangkan, alat tersebut dinamai CRP Strip, yang memiliki kemampuan mengukur kadar protein reaktif C pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2, tanpa mengambil sampel darah. Temuan ini menggunakan teknik analisa saliva atau air liur.

"Ternyata catatan komplikasi penderita Diabetes Melitus Tipe (DMT) 2 dapat diintip dengan cara memeriksa saliva dengan cermat. Caranya, sampel saliva dicampur dengan silk febrion, sebuah senyawa kimiawi yang dihasilkan oleh kepompong ulat sutera," ujarnya.

Ia menjelaskan, setelah saliva diikat oleh silk febrion ini, bentuknya jadi beku dan memiliki konfigurasi unsur yang dapat dianalisa di laboratorium, lalu dibaca dengan digital learning. Hasil bacaan digital learning ini dapat menjadi catatan medik yang digunakan sebagai acuan tindakan yang tepat bagi pasien DMT2.

Namun, belum ada informasi tentang tingkat akurasinya, apakah seakurat metode yang dipakai dokter selama ini atau berbeda. Metode yang dikenal selama ini adalah dengan analisa darah. Darah yang diperoleh dari pasien diolah secara kimiawi menjadi serum. Serum ini kemudian diperiksa, hingga keluar informasi tentang kadar gula darah.

Temuan ini menjadi salah satu yang favorit di ajang MYRES 2022. Booth milik MAN 2 Kota Kediri ini sempat dikunjungi Wakil Menteri Agama (Wamenag), KH Zainut Tauhid Sa'adi dan sempat berdiskusi dengan para penelitinya.

Menurut Intan Asmi Sahari, risetnya ini terpicu oleh tingginya prevalensi DMT2 di Indonesia. Biasanya untuk mengetahui kadar gula darah penderita DMT 2, digunakan metode elisa, metode konvensional untuk mendapatkan C-Reactive Protein (CRP) pada pasien DMT 2 dengan mengambil sampel darah pasien.

"Namun sayangnya sampling darah kadang membuat pasien trauma. Selain itu biayanya lumayan mahal. Maka dari itu dilakukan penelitian tentang analisa komplikasi DMT2 dengan cara yang lebih mudah dan murah. Penelitian ini dibimbing oleh dr. Safitri Indah Masithah, Sp.PD," kata Intan.

Intan menjelaskan, pengujian komplikasi DMT2 versi madrasah ini tidak akan banyak biaya. Bahannya hanya kertas filter, kertas foto, dan kertas karton. "Kami belum menghitung biayanya, yang jelas sangat murah,” kata Intan.

Intan menegaskan, alat ini mudah diaplikasikan secara mandiri, tanpa bantuan orang lain ataupun tanpa harus ke rumah sakit.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement