REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menjalankan ibadah selama bulan Ramadhan, apa yang menjadi pertanda amalan seorang Muslim diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala?
Dikutip dari buku Fikih Bulan Syawal oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ketika membicarakan faedah puasa Syawal, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Kembali lagi melakukan puasa setelah puasa Ramadhan, itu tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan. Karena jika Allah menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberi taufik untuk melakukan amalan saleh setelah itu. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama, ‘Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.’ Oleh karena itu, siapa yang melakukan kebaikan lantas diikuti dengan kebaikan selanjutnya, maka itu tanda amalan kebaikan yang pertama diterima. Sedangkan yang melakukan kebaikan lantas setelahnya malah diikutkan dengan kejelekan, maka itu tanda tertolaknya kebaikan tersebut dan tanda tidak diterimanya.” (Lathaif Al-Ma’arif)
Salah satu pelajaran yang bisa dipetik adalah dari perkataan ulama,
ثَوَابُ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا
“Balasan dari kebaikan adalah kebaikan setelahnya.”
Di samping itu, perkataan yang lainnya yang diutarakan oleh Ibnu Katsir ketika membahas tafsir surat Al-Lail, “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:583).
Tanda amalan Ramadhan diterima adalah menjadi lebih baik selepas Ramadhan atau minimal menjaga kebaikan yang telah ada. Contoh kebaikan yang dilakukan setelah Ramadhan adalah puasa Syawal. Tanda amalan di bulan Ramadhan tidak diterima adalah setelah Ramadhan tidak ada lagi kebaikan, bahkan sampai meninggalkan kewajiban seperti kewajiban sholat lima waktu.
Ingatlah, kebiasaan para salaf adalah selalu berdoa agar amalan mereka di bulan Ramadhan diterima oleh Allah dan agar dipanjangkan umur bisa berjumpa lagi dengan Ramadhan. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Sebagian salaf berkata, ‘Dahulu mereka berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka bisa berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada Allah selama enam bulan berikutnya agar Allah menerima amalan mereka.” (Lathaif Al-Ma’arif).