Tradisi Mudik Dinilai Masih Bersifat Konsumtif

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko

Kamis 05 May 2022 03:56 WIB

Larangan Mudik. Ilustrasi Foto: Antara/Dedhez Anggara Larangan Mudik. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono menyampaikan, jumlah pemudik setiap tahun memang luar biasa. Namun, dalam fenomena mudik ini, kecenderungan membawa hasil upaya kerja di tanah rantau ke kampung halaman masih lebih kuat dibandingkan pemberdayaan kampung halaman melalui zakat infak sedekah dan wakaf (ziswaf).

"Kalau para pemudik memiliki tradisi menyalurkan dana ziswaf ke kampung halaman, terlepas mudik atau tidak, sepanjang tahun sehingga setiap bulan kirim dana ke kampung halamannya, tentu itu tradisi yang bagus dan perlu ditumbuhkan," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (4/5/2022).

Baca Juga

Yusuf melihat, tradisi mudik saat ini masih bersifat konsumtif. Menurutnya ini patut disayangkan. Selama puluhan tahun tradisi mudik berjalan, kampung halaman atau wilayah perdesaan belum memperlihatkan kemajuan yang signifikan. Transformasi strukturalnya pun belum terlihat. Dengan skala mudik yang luar biasa besar, seharusnya tradisi tersebut bisa dialihkan menjadi tradisi mudik yang produktif.

"Ini menjadi catatan besar bagi lembaga amil zakat (LAZ) dan terutama para pegiat pembangunan perdesaan, tentunya aparat desa, bagaimana mengubah pola pikir pemudik. Mudik itu tradisi yang bagus tetapi jangan konsumtif. Harus dimulai tradisi mudik yang produktif," katanya.

Tradisi mudik yang konsumtif, lanjut Yusuf, harus ditinggalkan dan beralih ke tradisi mudik produktif. LAZ-LAZ juga harus menonjolkan program-program produktif di desa kepada para pemudik. LAZ perlu melakukan edukasi yang masif terutama pada momentum mudik untuk menunjukkan program-program pemberdayaan yang membuat masyarakat desa menjadi jauh lebih produktif dan lebih sejahtera.

Misalnya program pemberdayaan petani dan peternak, program sawah organik, atau program lain yang terkait desa. Ini harus ditunjukkan ke publik melalui program pemberdayaan desa di wilayah-wilayah tujuan utama pemudik, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Di sisi lain, menurut Yusuf, di kalangan pemudik juga harus ditumbuhkan semangat berziswaf untuk membangun kampung halaman. Pemudik bisa memulainya dari hal terkecil, yaitu dengan menyalurkan ziswaf ke LAZ resmi. Edukasi publik diperlukan untuk membangun kesadaran para pemudik tentang pentingnya berziswaf untuk kampung halamannya. Selaras dengan itu, LAZ terutama yang di daerah secara masif memaksimalkan program penghimpunan dan pemberdayaan.

"Jadi, harapannya yang dibawa pulang bukan barang-barang konsumtif, tetapi yang sifatnya produktif, seperti mesin pertanian atau patungan membangun jalan desa, saluran irigasi dan hal strategis lainnya. Dengan begitu, mudik ini membawa kemajuan desa, tidak lagi sekadar foya-foya ritual tahunan," tuturnya.