REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar budaya Universitas Airlangga (Unair) Puji Karyanto mengatakan, Indonesia memiliki beragam tradisi dalam menyambut hari raya Idul Fitri. Di antara tradisi yang paling melekat adalah mudik lebaran hingga halalbihalal.
Puji mengungkapkan, halalbihalal secara kebudayaan memang khas Indonesia yang merupakan turunan dari silaturahim.
“Kalau kita lihat secara umum ini memang khas kita. Sama dengan tradisi mudik itu juga khas kita,” ujarnya, Senin (2/5).
Puji menjelaskan, halalbihalal sebenarnya merupakan ekspresi rasa keguyuban antar kerabat yang bisa saling bertemu saat momen lebaran. Ia menyebut halalbihalal awalnya hanya sebagai tradisi keluarga atau tradisi masyarakat yang kemudian diformalkan oleh orang-orang di sebuah instansi.
“Jadi semacam melembagakan yang tadinya sudah ada di masyarakat, antar kerabat, antar keluarga, yang kemudian dilembagakan oleh kawan-kawan yang ada di instansi,” kata dia.
Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia itu menjelaskan, terkait kapan munculnya nama halalbihalal diperlukan penelitian sejarah yang lebih mendalam.
Berkaitan dengan hal itu telah muncul banyak asumsi atau cerita dengan versi yang berbeda-beda mengenai kapan munculnya nama halalbihalal.
Tetapi, kata dia, jika membaca literatur yang ada sifatnya masih sporadis yaitu pendapat-pendapat yang belum ada riset sejarah yang baku.
“Sebelum ada nama halalbihalal, tradisi itu sudah ada sebenarnya. Cuma, menjadi nama halalbihalal itu mulai kapan waktunya, tentu saja butuh penelitian sejarah yang sungguhan,” ujarnya.
Puji menyebut ada tiga asumsi mengenai munculnya nama halalbihalal yang berkembang di masyarakat.
Pertama dan paling banyak diyakini di masyarakat, halalbihalal merupakan inisiasi KH Wahab Chasbullah yang mencoba mendamaikan beberapa tokoh politik nasional. Para tokoh tersebut dikumpulkan pada sebuah forum yang bertepatan dengan momentum lebaran.
Kedua, kata dia, jauh sebelum Indonesia merdeka sudah ada kata halalbihalal yang munculnya di Solo, tepatnya dari pedagang martabak di pasar malam Solo.
Kemudian yang ketiga, ada yang berbicara bahwa bentuknya sudah ada tapi belum bernama halalbihalal melainkan modelnya seperti open house yang muncul pada saat Pangeran Samber Nyowo berkuasa.
“Tetapi yang jelas kata halalbihalal itu sudah masuk dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dan diartikan di sana. Berarti maknanya kan, ini sudah merupakan bagian dari tradisi yang ada di Nusantara,” kata dia.