REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibadah itikaf di 10 terakhir bulan Ramadhan menjadi amalan unggulan Rasulullah SAW. Hal ini seperti disampaikan dari Aisyah ra.
"Sesungguhnya Nabi beritikaf sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istri beliau beri'tikaf sepeninggalnya".(HR. Bukhari, Muslim,Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad dan Malik).
KH Jeje Zaenudin dalam bukunya "Seputar Masalah Puasa, , Itikaf, Lailatul Qadar dan Lebaran" menjelaskan pengertian/'tikaf secara bahasa. I'tikaf diambil dari kata dasar al-'Ukuf. Kata kerjanya adalah 'a-ka-fa, ya'-ku-fu. artinya "tetap pada sesuatu (tempat) serta menahan diri padanya. Apakah dalam kebaikan ataupun dalam keburukan”.
Dalam beberapa ayat 'tikaf ditujukan kepada sikap tekun beribadah atau berdiam diri di tempat peribadatan dalam rangka persembahan kepada Tuhan. Baik itu dalam rangka menyembah Allah seperti yang dilakukan kaum Muslimin ataupun menyembah berhala sebagaimana yang dilakukan kaum Musyrikin.
Untuk memperkuat pendapatnya, KH Jeje Zenuddin menuliskan beberapa ayat di bawah ini.
"Dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan)". (QS.Thaha ayat 97).
Dan janganlah kamu campuri mereka listri-istimuj itu, sedang kamu beri tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa". (QS.Al-Baqarah ayat 187).
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya,"Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?"(QS.Al-Anbiya[21]:52) Mereka menjawab: "Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami."(QS. Thaha ayat 91).
"Mereka menjawab:"Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya".(QS.Asy-Syu'ara ayat 71)