REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD---Satu dekade dilalui bangsa Irak dengan kondisi serba sulit. Perpecahan antarsekte, serangan bom dan lainnya menjadi pandangan sehari-hari. Namun, ada satu hal yang masih bertahan, yakni menyemarakkan Ramadhan.
Tidak mudah bagi warga Irak untuk mempertahankan tradisi itu. Akan tetapi, optimisme demikian besar telah tertanam dalam sanubari warga Irak dalam menyambut Ramadhan. Memang, optimisme itu putus nyambung mengingat serangan teror dan bom tak berhenti begitu saja.
Melihat kondisi itu, warga Irak mulai didera rasa jenuh. Mereka perlahan menentang aksi teror dan menolak untuk berada dalam kekisruhan politik di negaranya.
Mazen, ayah dari tiga anak-anak dan satu perempuan, mengatakan dirinya lebih suka menyaksikan program Ramadhan ketimbang berita politik.
Hal yang sama juga diungkapkan Um Mohammed, warga Irak lainnya. Ia lebih tertarik beribadah ketimbang menyaksikan berita kekerasan dan politik. Ia mencatat bagaimana produk makanan lokal cukup tersedia di pasar Irak. "Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Ramadhan tahun ini jauh lebih baik. Semua serba tersedia, tentu ini menandakan ekonomi Irak tengah bangkit," kata dia.
Um mengatakan ketika ia pergi ke pasar, ia menemukan produk lokal. Dahulu, sulit menemukan produk lokal. "Yang saya temukan produk impor. Tahun ini, saya pilih tomat, semangka dan buah-buahan lokal. Kami lebih memilih mereka karena rasa dan harga yang layak," pungkasnya.