Ramadhan Datang, Pasar Shorjah Kembali Semarakkan Irak

Rep: Agung Sasongko/Al Arabiya/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

Selasa 09 Aug 2011 15:37 WIB

Pasar Shorjah Baghdad Pasar Shorjah Baghdad

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD—Kejadian kekerasan, perpecahan dan pertumpahan darah telah menjadi pemandangan umum di Irak. Namun kompleksitas persoalan yang mendera rakyat Irak langsung menguap ketika mereka berbicara soal pasar Shorjah, Baghdad.

Pasar Shorjah berdiri 700 tahun lalu. Kemegahan pasar ini terhenti semenjak invasi AS dan tergulingnya rezim Saddam Hussein. 

Kini, warga Baghdad, bersuka cita menyambut kembali dibukanya pasar kebanggaan mereka. Apalagi, bulan suci Ramadhan telah tiba, dan mereka perlu membeli belanja untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadhan.

Sayang, kerinduan warga Bagdad terhadap pasar Shorjah tercemar lonjakan harga kebutuhan bahan pokok. Belum lagi, pertumpahan darah yang masih melanda ibukota dalam beberapa tahun terakhir. "Ramadhan dimulai dari sini," kata Abu Issam, seperti dikutip dari alarabiya.net, Jum’at (9/8).

Abu mengatakan Shorjah merupakan surga bagi masyarakat Irak, khususnya selama bulan Ramadhan. Namun, ia mengaku sedih, perubahan di Irak sangat berpengaruh terhadap pasar Shorjah. “Hari ini, pasar kurang aman dan harga-harga dikendalikan para importir,” kata Abu.

Dikatakan Abu, Shorjah didirikan era Dinasti Abbasiyah. Melihat dari era dinasti yang berkuasa, pasar Shorjah merupakan pasar tertua di Baghdad.

Di masa itu, kata Abu, pembeli dan pedagang menjajakan barang dagangan mereka dengan menggunakan keledai atau kuda yang menarik gerubak. Jalan seolah menjadi sempit lantaran pasar dipenuhi para konsumen dari segala penjuru Baghdad.

Ditutup

Kegiatan pasar Shorjah secara resmi ditutup sejak 2007 silam. Kekerasan yang mengarah sekterian mengakibatkan jalan utama menuju pasar itu ditutup. Meski kondisi terkini Irak belum menunjukan perkembangan lebih baik, pasar Shorjah dibuka kembali.

Semasa invasi sekutu, Shorjah merupakan area pertempuran pasukan AS dan Irak, serta pasukan AS dan gerilyawan Irak. Sisa-sisa peperangan terlihat dari dinding beton yang porak poranda.

"Di masa lalu, kami biasa saling mengunjungi di pagi hari, sebelum puasa dimulai. Kebiasaan itu. kini terganjal jam malam dan situasi keamanan," kata Shihab Ahmed, seorang guru.

Starkly menyatakan keamanan di Irak belumlah pulih. Ia merupakan salah satu korban ledakan. Kini, ia harus mengenakan alat bantu dengar lantaran indera pendengarannya rusak akibat ledakan di pasar.

Ia pun mengeluhkan cuaca yang demikian panas, yakni  50 derajat Celsius (122 derajat Fahrenheit),mengakibatkan para pembeli belum mendatangi kiosnya. Selain cuaca, hancurnya ekonomi Irak turut berpengaruh terhadap fluktuasi harga pokok. Menurut data PBB, kenaikan harga pangan di Irak naik dua kali lipat per tahun.

"Harga telah meningkat banyak, dan naik lagi diawal Ramadan," kata Ahmed Al Dabbagh Assim, seorang profesor.  Meski demikian, Ahmed, optimis Shorjah akan bangkit kembali. Baginya, Shorja merupakan simbol kemakmuran masyarakat Irak. Agung sasongko/alarabiya

Terpopuler