REPUBLIKA.CO.ID - Begitu memasuki bulan suci Ramadhan, ada pemandangan yang tidak biasa di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS) yang berada di kawasan Pagesangan, Surabaya. Di seputaran masjid yang diresmikan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10 November 2000 ini berdiri 200-an gerai yang menjual berbagai produk, mulai dari busana Muslim, berbagai keperluan shalat, sembako, hingga makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Suasana berbeda juga tampak di dalam masjid terbesar kedua di Indonesia itu.
Suasana masjid seluas 22.300 meter persegi ini tidak pernah sepi saat Ramadhan. Mulai ba’da Dzuhur hingga malam hari saat shalat Tarawih dan bahkan sampai sahur. "Pengunjung Masjid Al Akbar pada Bulan Ramadhan berkisar 20 ribu orang, padahal di hari biasanya hanya ribuan termasuk wisatawan mancanegara," ucap Humas MAS, HM Helmy M Noor.
Jumlah ini akan meningkat pada 10 hari terakhir Ramadhan. "Mereka datang untuk 'ngabuburit' (menunggu datangnya waktu buka) sejak mulai Dzuhur untuk ngaji internet ba’da Dzuhur," tuturnya.
Ngaji internet berlangsung hingga datang waktu Ashar. Lalu ba’da Ashar dilanjutkan dengan ngaji kitab klasik yakni kitab kuning ‘Riyadush Sholihin’ hingga berbuka puasa.
"Untuk ngaji internet, takmir MAS menyediakan 20 laptop, tapi peserta juga dapat membawa laptop sendiri untuk mengaji bersama pengasuh yang selalu berganti setiap hari. Tema juga berganti," ungkap Helmy.
Misalnya, ngaji internet bertema ‘Cara Rasulullah Menyambut Ramadhan’, maka pengasuh mengajak peserta membuka internet tentang sejarah Nabi (Sirah Nabawi), lalu membuka terjemahannya lewat internet juga.
"Setelah itu, pengasuh akan mengajak peserta untuk mengakses sejumlah situs, seperti rahmatmuntaha.com, dudung.net, dan sebagainya guna menelusuri berbagai kisah tentang cara Nabi Muhammad SAW menyambut Ramadhan," paparnya.
Di sela-sela penelurusan itu, pengasuh menampilkan hasil penelusuran internet lewat layar proyektor dengan memberi penjelasan. Sementara peserta juga menelusuri lewat laptopnya dan mengajukan pertanyaan. "Bagi masyarakat yang tidak datang ke MAS juga dapat mengikutinya dengan mengajukan pertanyaan lewat Facebook. Pesertanya juga berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum," timpal Helmy.
Pengasuh ngaji internet antara lain KH Abdusshomad Buchori (Ketua MUI Jatim), DR Hj Hasniah Hasan MSi (Kabag Muslimah MAS), Prof DR H Ahmad Zahro MA (MAS/IAIN Sunan Ampel Surabaya), dan Prof DR HM Roem Rowi MA (MAS/IAIN Surabaya). "Ada juga Miftahul Jinan yang merupakan praktisi parenting dan penulis buku parenting. Selain itu, ustadz Hamid Syarifuddin yang merupakan imam Shalat Rawatib MAS," tandas Helmy.
Takjil ala Nabawi
Setelah shalat Asar, lanjut Helmy, takmir MAS juga mengadakan pengajian kitab klasik "Riyadush Sholihin". Meskipun kitabnya sama, pengasuhnya berbeda setiap harinya. "Acaranya dimulai pukul 16.15 WIB hingga pukul 17.15 WIB dengan pengasuh antara lain KH Abdusshomad Buchori (Ketua MUI Jatim), Prof Dr H Ahmad Zahro MA (MAS/IAIN Sunan Ampel Surabaya), Prof Dr HM Roem Rowi MA (MAS/IAIN Surabaya)," ujarnya.
Begitu pengajian usai, peserta bersantai selama 15-20 menit untuk menunggu datangnya waktu berbuka untuk berbuka bersama di MAS. Setiap hari, disiapkan 2.000 bungkus takjil. "Takjil itu hanya air putih (air mineral/kemasan) dan kurma. Cara menikmati takjil juga dengan berjajar seperti di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram," kata Helmy. Setelah itu melaksanakan shalat Maghrib berjamaah.
Usai shalat, jamaah mengantre untuk mendapatkan makanan dengan lauk pauk. Para jamaah dapat menikmati makanan berbuka itu di teras masjid atau di bawah air mancur di dekat teras masjid hingga tiba waktu Isya.
Cara NU dan Muhammadiyah
Helmy mengatakan masyarakat yang mengikuti shalat Tarawih di MAS dapat melakukannya dengan cara NU atau Muhammadiyah.
Ia menjelaskan pihaknya menggelar shalat Tarawih 20 rakaat dengan dua imam yang berganti setiap 10 rakaat, tapi paham Muhammadiyah dapat mengakhiri tarawihnya sendiri setelah delapan rakaat. Sementara itu, jamaah NU dapat meneruskan tarawih sampai rakaat ke-20, kemudian jamaah NU-Muhammadiyah dapat bersama-sama lagi untuk melaksanakan shalat Witir. "Kami mengganti imam pada setiap 10 rakaat, karena bacaan Al Quran dalam shalat Tarawih di Masjid Al Akbar memang agak panjang," katanya.
Setelah shalat Tarawih, jamaah dapat mendengarkan "Tausiyah Tarawih" yang disampaikan para ulama. "Setelah berbuka puasa dan tarawih, mereka bisa pulang dan bisa juga tetap berada di Al Akbar untuk iktikaf hingga sahur bersama yang juga akan disiapkan takmir masjid," tukasnya.
Arif, jamaah masjid asal Sidoarjo, mengaku lebih senang lagi saat "ngabuburit" di MAS pada hari Sabtu atau Ahad. "Jumlah jamaah yang datang lebih banyak dibandingkan hari biasanya. Jadi ramai dan rasanya saya bangga sebagai Muslim," ucapnya.