Ciri Puasa yang Diterima

Rep: Rossi Handayani/ Red: Agung Sasongko

Senin 11 Apr 2022 03:10 WIB

Kawasan Alun-alun Kota Bandung, ramai pengunjung, Ahad (10/4/2022). Saat Ramadhan kawasan tersebut menjadi salah satu tempat ngabuburit atau menunggu sore jelang berbuka puasa. Meski demikian jumlah pengunjung tak seramai sebelumnya karena masih tingginya intensitas hujan di Bandung Raya. Foto: Edi Yusuf/Republika Kawasan Alun-alun Kota Bandung, ramai pengunjung, Ahad (10/4/2022). Saat Ramadhan kawasan tersebut menjadi salah satu tempat ngabuburit atau menunggu sore jelang berbuka puasa. Meski demikian jumlah pengunjung tak seramai sebelumnya karena masih tingginya intensitas hujan di Bandung Raya.

REPUBLIKA.CO.ID,   JAKARTA -- Selama sebulan penuh umat islam diwajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Dan apa yang menjadi tanda bahwa puasa seseorang diterima oleh Allah Ta'ala?

"Maka di antara indikasi puasa yang 'mutaqabbala' di sisi Allah adalah ketika selepas bulan puasa Ramadhan itu, nilai-nilai keagungan yang terdapat di dalamnya terus terbawa menjadi semangat dan jiwa kehidupan pada sebelas bulan berikutnya, yang ditandai dengan  bertambah semangat kebajikan dan kecintaannya kepada kebenaran dan semakin jauh dari kemunkaran," kata Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis) Ustadz Jeje Zaenudin, Ahad (10/4/2022)

Baca Juga

Ustadz Jeje mengungkapkan, derajat tertinggi dari suatu ibadah adalah manakala ibadah itu telah mencapai derajat 'mutaqabbala' atau menjadi ibadah yang 'maqbulah', yaitu amal ibadah yang diterima oleh Allah. Karena itu diantara doa yang diajarkan Rasulullah adalah permohonan kepada Allah: 'Ya Allah, aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thayyib, dan amal yang mutaqabbala'.

Ustadz Jeje mengatakan, Jika puasa tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan karakter jiwa ke arah kebajikan, maka seseorang patut mengkhawatirkan dirinya termasuk yang diperingatkan  oleh Rasulullah: 'Sangat merugi orang yang datang kepadanya bulan Ramadhan, lalu Ramadhan itu berakhir, tetapi ia tidak dibersihkan dari dosa dosanya'.

"Di hadits yang lain juga beliau mengingatkan dengan keras, 'Siapa yang puasanya tidak mencegah dia dari perkataan dusta, kesaksian palsu, dan tindakan-tindakan bodoh, maka Allah tidak punya kepentingan atas ia meninggalkan makan dan minumnya (puasanya) itu'," ucap Ustadz Jeje.