REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemikir dan ulama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi menjelaskan, puasa Ramadhan dilihat dari sisi pembinaan terhadap jiwa manusia memiliki sejumlah hikmah. Dia pun menjelaskan salah satu hikmahnya.
Nursi menuturkan, secara fitrah jiwa manusia cenderung ingin bebas merdeka tanpa ikatan. Bahkan, manusia merasa berkuasa atas dirinya sendiri dan bebas bergerak sesuka hati.
“Ia (manusia) tidak mau berpikir bahwa dirinya tumbuh besar lewat berbagai karunia ilahi yang tak terhingga. Terutama jika ia memiliki kekayaan berlimpah dan kekuasaan di dunia. Hal itu ditopang dan didukung oleh kelalaian yang ada,” kata Nursi dikutip dari bukunya yang berjudul “Misteri Puasa, Hemat, dan Syukur” terbitan Risalah Nur Press.
Karenanya, lanjut Nursi, manusia mereguk nikmat ilahi dengan cara merampas dan mencuri laksana hewan.
“Akan tetapi, pada bulan Ramadhan yang penuh berkah jiwa setiap manusia menjadi sadar, mulai dari yang paling kaya hingga yang paling miskin bahwa dirinya bukan pemilik tetapi dimiliki, juga tidak bebas merdeka tetapi hamba yang diperintah,” jelas Nursi.
Karena itu, tambah Nursi, manusia tidak bisa melakukan pekerjaan yang paling sepele sekalipun tanpa perintah, bahkan dalam mengambil dan meminum air sekalipun.
“Dengan demikian, perasaannya sebagai penguasa atas dirinya lenyap. Ia terikat oleh jerat ubudiyahnya kepada Allah dan masuk ke dalam wilayah tugas utamanya, yaitu bersyukur,” kata Nursi.