REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama bulan suci Ramadhan, pasangan suami-istri dilarang melakukan hubungan intim di siang hari saat sedang berpuasa. Bagaimana jika ada seorang Muslim yang melanggarnya? Apa yang harus dilakukan oleh pelanggar tersebut?
Penasihat Ilmiah untuk Mufti Mesir, Syekh Majdi Asyour menyampaikan, jika seseorang melakukan hubungan intim dengan istrinya pada siang hari di bulan Ramadhan, maka yang bersangkutan wajib menebus dosa tersebut, dengan berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Namun, ada sebagian orang yang mengambil jalan mudah dalam menebus dosanya itu, dengan memberi makan 60 orang miskin. Karena itu, Syekh Majdi mengingatkan, jika ada yang berhubungan intim di siang hari di bulan Ramadhan, maka wajib menjalankan puasa selama dua bulan berturut-turut.
"Jika tidak mungkin berpuasa selama 60 hari, dan terdapat alasan medis untuk itu dan atas perintah dokter, maka barulah bisa menebusnya dengan memberi makan 60 orang miskin," jelasnya.
Lantas, siapa yang membayar kafarat tersebut? Suaminya saja, istrinya, atau keduanya? Syekh Majdi mengatakan, suami dan istri itulah yang wajib membayar kafarat atas pelanggaran yang diperbuatnya.
"Suami-istri tersebut wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut, dan tidak boleh membatalkan satu hari pun. Jika ini terjadi (ada satu hari yang batal), maka harus mengulang puasanya dari awal (puasa lagi selama dua bulan)," ungkapnya.
Jika hubungan intim suami-istri dilakukan pada malam hari bulan Ramadhan tentu tidak menjadi masalah. Allah SWT berfirman, "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka..." (QS Al Baqarah ayat 187)
Dari ayat tersebut, diketahui bahwa Allah menghalalkan bagi umat Islam untuk melakukan hubungan suami istri pada malam hari Ramadhan. Sebaliknya, jika itu dilakukan pada siang hari Ramadhan hukumnya haram.
Sumber: https://www.elbalad.news/5229486