REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ekonom Universitas Brawijaya Malang Nugroho Suryo Bintoro meminta pemerintah mewaspadai aksi penimbunan minyak goreng menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran 2022.
Nugroho mengatakan pemerintah perlu memastikan tidak ada pelanggaran hukum dalam rantai distribusi pasokan minyak goreng khususnya menjelang bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri 2022. "Pemerintah harus memastikan tidak ada tindakan pelanggaran hukum dalam rantai pasokan minyak. Hal ini juga harus diantisipasi terutama menjelang bulan puasa dan Lebaran," kata Nugroho, Kamis (24/2/2022).
Nugroho menjelaskan, potensi penimbunan tersebut dikarenakan masih ada selisih harga antara kebijakan satu harga komoditas tersebut sebesar Rp 14 ribu per liter, dengan harga minyak goreng di pasar. Karena itu, lanjutnya, masih ada potensi penimbunan meskipun tidak dalam jumlah yang sangat besar.
Ia menambahkan, pengamanan jalur distribusi dan rantai pasok komoditas minyak goreng tersebut harus bisa diawasi oleh pemerintah. Pengawasan itu diperlukan karena berkaitan dengan kebijakan satu harga untuk komoditas minyak goreng sebesar Rp 14 ribu per liter.
"Ini kondisinya tidak seperti dulu. Kalau dulu, lancar dan aman karena pemerintah pusat tidak memiliki kebijakan yang sangat signifikan terhadap peredaran minyak goreng," ujarnya.
Berdasar Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), saat ini harga rata-rata minyak goreng di Jawa Timur untuk jenis curah sebesar Rp 16.200 per liter dan Rp 17.250-Rp 17.400 untuk minyak kemasan bermerek di pasar tradisional. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng sebesar Rp 14 ribu per liter sejak 19 Januari 2022.
Kebijakan itu merupakan upaya lanjutan untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau. Melalui kebijakan tersebut, seluruh minyak goreng baik kemasan premium maupun sederhana akan dijual dengan harga setara Rp 14 ribu per liter untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.