REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mufti Agung Mesir, Syekh Prof Syauqi Al Allam, menjelaskan beberapa hal tentang ibadah di bulan suci Ramadhan dan kaitannya dengan persoalan khusus yang sering dihadapi perempuan dan membingungkan mereka, salah satunya adalah soal haid.
Syekh Allam mengawali penjelasanya dengan menyampaikan bahwa perempuan sebetulnya cenderung memiliki keunggulan dalam mencari tahu aturan syariat sampai kemudian meminta fatwa.
Menurutnya, ini tentu menunjukkan keinginan mereka untuk beragama dengan benar dan disiplin secara maksimal. Pertama, terkait apakah seorang perempuan harus membatalkan puasanya jika datang haid pada waktu-waktu terakhir menjelang waktu maghrib?
Syekh Allam menyampaikan, perempuan tersebut harus membatalkan puasanya jika datang haid, sekalipun di saat-saat terakhir menjelang waktu buka puasa atau maghrib. Dia juga mengingatkan, membatalkan puasa bagi perempuan yang dalam keadaan seperti demikian harus dilakukan secara sembunyi agar tidak melukai perasaan orang-orang yang berpuasa.
Begitu pun orang yang berpuasa tidak boleh mudah menghakimi orang yang tidak puasa karena mungkin saja ada alasan syar'i di balik itu.
Baca juga : Tiga Makna Lailatul Qadar
Kedua, apabila mendapat kondisi suci dari haid pada waktu sahur sebelum fajar dan pada waktu tersebut tidak memungkinkan untuk mandi, apakah harus tetap puasa?
Syekh Allam menerangkan, seorang perempuan wajib berpuasa jika darah haidnya berhenti sebelum waktu subuh. Dalam kondisi ini, dia harus berniat untuk berpuasa sebelum waktu subuh dan mengakhirkan waktu mandinya, yaitu setelah fajar.
Sumber: masrawy